Pages

Senin, 25 Oktober 2010

Jogja Java Carnival

Deutsche Welle Radio
21.10.10

Mod :
Layaknya sebuah ulangtahun yang selalu dirayakan dengan kemeriahan. Sabtu malam pekan lalu, kota Yogyakarta merayakan puncak peringatan hari jadi kota yang ke-254 dengan menggelar sebuah acara spektakuler. Namanya Jogja Java Carnival. Sebuah acara untuk menyampaikan pesan kebersamaan dan kemajemukan, yang dikemas dalam bentuk karnaval kolosal. Pendengar, saya Noni Arni melaporkannya untuk Anda dalam Jendela Budaya.

Atmo kerumunan ribuan warga yang menunggu pawai

Gerimis malam itu tak menghalangi ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya untuk memadati bibir ruas jalan Malioboro hingga alun-alun utara Keraton Yogyakarta sepanjang 1,5 kilometer. Mereka nampak antusias berdesakan menanti sebuah karnaval malam hari.

Atmo karnaval

Tak lama kemudian musik gamelan etnik pun menggema di sepanjang jalan mengiringi barisan wayang, aneka reog, jathilan, dan kereta kencana yang pembawa pengantin jawa. Pawai karnaval dimulai dengan fragmen “golong gilig“ diatas kendaraan hias. Sebuah atraksi simbol jati diri kota Yogyakarta yang terbuka dengan budaya lain sebagai bentuk keragaman budaya. Ketua Badan Promosi Pariwisata Yogyakarta, Deddy Pranowo Eryono juga menambahkan, bahwa karnaval ini menjadi sarana promosi pariwisata yang menarik.

Oton Dedy Pranowo : “Jogja Java Carnival ini bisa menggema tidak hanya di lokal tapi juga nasional bahkan Internasional. Nah ini diperlukan untuk investasi sebuah pencitraan. Jadi kami sebagai pelaku wisata sangat mendukung dengan adanya Jogja Java Carnival ini, karena untuk menarik wisatawan disebuah destinasi diperlukan sebuah even yang spektakuler. Kita berharap target jumlah kunjungan wisatawan ini akan meningkat. Saya kira ini menjadi promosi yang sangat luar biasa.“

Atmo karnaval

Dalam karnaval ini, tujuh kendaraan hias menjadi atraksi utama karnaval dengan seribu lebih penari, diantaranya kendaraan yang mengususng tema Gunungan, Putri Bulan, Tugu Golong Gilig, Tuwuh atau pohon tumbuh, Dewi Air, dan Naga Jawa, serta berbagai atraksi kontemporer lainnya.

Atmo karnaval

Tidak hanya itu, karnaval ini juga membawa pesan lingkungan hidup melalui “Bumi Kebranang“, yakni bola dunia setinggi 10 meter yang terus berputar diatas kendaraan hias, yang dilengkapi dengan beberapa penari berbusana simbol sampah, pohon, air dan api. Mereka meliuk-liuk membawakan pesan dampak pemanasan global.

Atmo karnaval

Semua simbol dalam pawai karnaval itu merupakan perwujudan dari tema yang diusung dalam Jogja Java Carnival, yakni keselarasan dengan sesama, keselarasan dengan alam dan keselarasan dengan pencipta.
Wakil Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti mengatakan, karnaval ini mengusung tema besar “harmonight“, yang dikemas dalam balutan keberagaman seni dan budaya.

O-ton Haryadi Suyuti: “Harmonight itu dari kata harmony at night , suatu keharmonisan di malam hari . Keharmonisan dari suasana karnaval, harmonisasi budaya, harmonisasi kekuatan lighting, sound dan juga performance, antara penyelenggaraan dengan masyarakat yang menyaksikan. Harmonisasi dari manusia dengan lingkungannya, artinya bahwa kita mengusung tema-tema lingkungan. Sebagai salah satu contoh kita berbicara budaya dan budaya itu kita tetapkan menjadi tema pokok, intinya adalah kesatuan budaya. Aspek dari tempat bukan Java dalam arti budaya jawa. Budaya yang selalu kontemporer selalu ada dinamisasi yang bisa diterima tidak hanya masyarakat Kota Yogya tapi juga Indonesia dan masyarakat internasional.“
Tidak hanya atraksi memukau, kostum dan kendaraan hias yang mengeluarkan pendar cahaya di malam hari. Kemajemukan juga terlihat dari musik pengiringnya yang memadukan kesenian tradisonal gamelan dengan musik kontemporer. Salah satu tim kreatif Jogja Java Carnival, SP Joko mengungkapkan,

Oton SP Joko: “Nuansa yang sangat kuat, suara, bende, jathilan karena hal yang sangat terasa salah satunya gamelan jelas, kemudian iringan jathilan atau reog, kita coba meresponapa-apa yang dianggap masrginal tapi ini bsa dianggkat menjadi satu hal yang menasional bahkan menginternasional. Ini Bentuk responsif kita coba harmonisaskan dengan satu hal yang arif. Artinya nuansanya kental dengan instrumen suasana prajurit keraton yang berjalan, kentongan juga sangat merakyat, wilayah yang ajep-ajep, dugem juga kita respon.“

Menurutnya, musik dalam karnaval ini juga menjadi simbol bahwa Yogyakarta adalah kota yang terbuka dan bisa menerima pluralitas. Ini yang membedakan Jogja Java Carnival dengan karnaval lain.

Atmo karnaval
Haryadi Suyuti yang juga selaku ketua panitia Jogja Java Carnival, mengatakan, bahwa ditahun ke-3 ini, penyelenggaraannya tidak sekadar perayaan peringatan hari jadi kota, tetapi juga sebagai penanda awal sebuah acara tahunan yang diharapkan mampu menyedot wisatawan dan semakin mengokohkan Yogyakarta sebagai ikon pariwisata.

Oton hHaryadi Suyuti: “Ada dua hal tujuan kegiatan ini, yang pertama adalah ulang tahun, kemeriahan pada malam harinya. Yang kedua adalah ikon wisatanya, jadi ada aspek untuk mendatangkan wisatawan. Sehingga orang bisa datang ke Jogja jauh-jauh hari. Ada impian besar bahwa kita punya karnival yang memang diselenggarakan malam hari, seluruh warga tumpah ruah sebagai wujud rasa syukur. tidak hanya orang Jogja tapi juga negara lain sehinga menjadi salah satu agenda yang dicatat dalam kegiatan pariwisata tingkat dunia.“

Masyarakat pun ikut menikmati. Salah satunya Yuliani warga Yogyakarta. Ia bangga dengan adanya even karnaval ini di kotanya. Ia datang dan menyaksikan bersama keluarganya dan 2 keluarga lainnya, ditambah 9 anak anak. Ia merasa beruntung anak anak nya dapat ikut meyaksikan Jogja Java Carnival.

Oton Yuliani : “Kreatif melestarikan budaya Yogyakarta, budayanya bisa menampung semua seniman-seniman di seluruh dunia. Bisa menerima. Yang pertama itu budaya petruk punokawan khas Indonesia. Biar anak-anak tahu budaya kita begini gitu lho, budaya wayang, tari-tari Jogja biar tahu.. pernah nonton di Malioboro dan di luar kota juga. Meriah yang ini.

Begitu juga Emilia Tini dan Iwan Karuntu, warga Bantul yang sengaja datang bersama anak cucunya untuk menyaksikan pawai spekakuler ini.

Oton Emilia Tini : “Lumayan bagus , variasi macam-macam jenisnya, pawai lumayan bisa menghibur. Seperti barongsai.“

Oton Iwan Karuntu : “Ada reog , bagus sekali , jadi sesuai dengan kota Yogyakarta yang kota budaya dan kota seni. Ikon-ikon yang ada di Yogya mengenai kreatifitas dari para senimannya yang menonjol sekali. Tahun yang lalu pernah ada karnaval tapi tidak semeriah ini. Ini muncul semua , dari kesenian-kesenianya semua tampil, dari yang tradisional sampai yang modern ada. Harapan saya setiap tahun bisa seperti ini. Bahkan Mungkin bisa lebih lagi melibatkan dari manca juga.“

Iwan menambahkan, acara ini bisa dijadikan sarana untuk mengenalkan dan menanamkan rasa memiliki seni budaya leluhur kepada anak-anak.

Atmo suasana karnaval

Dibawah gerimis langit malam hari, karnaval ini diakhiri dengan pesta kembang api selama limabelas menit. Ribuan warga berteriak takjub sambil memandang ke langit menyaksikan kota mereka yang berubah menjadi lautan kelap kelip kembang api yang indah.

Atmo pesta kembang api diiringi dengan suara kemeriahan warga

Pendengar demikian jendela budaya kali ini. Saya Noni Arni, terimakasih telah mendengarkan

Atmo closing tepuk tangan kemeriahan fade out