Pages

Kamis, 24 September 2009

Melongok Pesantren Preman



KBR68H Jakarta

Pondok pesantren seringkali dijadikan tempat untuk mempertebal ilmu agama. Begitu juga di Pondok Pesantren Istigfar milik Gus Tanto, di Kampung Perbalan, Semarang, Jawa Tengah. Yang unik, santri yang berguru ilmu di sana adalah preman. saya datang melongok situasi di sana.

"suasana shalat berjamaah"
Malam di ujung sebuah gang kecil di Kampung Perbalan. Kampung ini sejak zaman penjajahan Jepang, dikenal sebagai tempat pelarian pelaku kejahatan. Sebuah perkampungan kumuh di Semarang yang banyak di huni penggangguran, pemabuk, penjudi, perampok dan pelaku kriminal lainnya. Tak heran jika kawasan ini disebut kampung preman. Dan kesan itupun masih melekat hingga kini.

"Ridho Allah itu dari ibunya,yg penting dari ibu..doa orang tua itu sepanjang masa, nek doa –ne pelacur sekejap mata..ni..tak critani ya, ada kejadian..di acara pengajian di tempat pelacuran. Santri saya Dah pake picis..masih di tanya ga ngamar mas..langsung saya tanya apa tipemu itu tipe pecinta wanita..padahal dah pake busana muslim mash di tawari..tapi justru indahnya dunia ya seperti itu..jadi ga nampilin putihnya saja ato hitamnya saja.. yang penting kita berusaha" suara obrolan Gus tanto diselingi ledekan dan tawa para santri

Beginilah cara Gus Tanto mendekatkan diri dengan santri yang disebutnya jemaah. Obrolan ini adalah metode tombo ati, bentuk pencerahan rohani yang biasa dilakukan Gus Tanto. Metodenya adalah ngaji tombo ati, yakni membuka hati para jemaahnya untuk berbuat baik.

Suasana ini dapat kita jumpai tiap malam usai pengajian dan shalat berjamaah di Pondok Pesantren Istigfar. nama istigfar karena tempat ini menjadi sarana untuk bertobat. Di pesantren yang sekaligus tempat tinggal Gus Tanto ini, sekitar 250 preman belajar mendekatkan diri kepada Tuhan. Semuanya adalah santri kalong. Santri yang datang ke pondok jika ada acara atau membutuhkan konsultasi.
Diantaranya Sugiharto, seorang teknisi asal Semarang, yang pernah merasakan hidup dalam dunia hitam selama 25 tahun.

”Kehidupan sebelum dapat pekerjaan ya di jalanan. Identik dengan kekerasan. Dulu kalo pulang mabuk. Pulang mesti ada masalah abis berkelahi, pakainan banyak darah. Kelamaan kehidupan seperti itu mempengaruhi apalagi saya sudah punya istri dan anak. Dengan tuntutan hati saya akhirnya kesini ketemu Gus Tanto, Kyai tombo ati. Saya dapat pencerahan sampai sekarang ini. Berpuasa melatih kesabaran.”

Lahir dan besar di Perbalan, Gus Tanto tak tahan menyaksikan kekerasan di sekitarnya. Gus Tanto sapaan akrab Muhammad Kuswanto, pengasuh Pondok Pesantren Istighfar pun kemudian bertekat merubah imej kampung tempat tinggalnya dengan membangun pondok pesantren.

”Orang main ke perbalan itu berpikir seribukali. Dikarenakan tidak aman apalagi nyaman.”Broklynnya” Semarang itu ya Perbalan ini. Krisis moralitas.Dengan di himpit lingkungan seperti itu,saya kok punya naluri Bagaimana saya bisa untuk menerapkan yang namanya kebenaran itu bagaimana. Dan saya buktikan lepas dari SMA.”

Karena terkendala dana, secara fisik ponpes baru berdiri tahun 2005. Namun, aktivitas jamaah pesantren ini sudah berlangsung sejak 20 tahun lalu, bersamaan dengan kiprah Gus Tanto di dunia jalanan dan preman. Meski hanya mandor di terminal, para preman disapa dan dibina melalui pengajian dan konsultasi rohani, hingga kembali menemukan jalan Tuhan.

”Saya harus masuk. Terjun dunianya. perjuangannya sampe mana-mana. Saya terjun di terminal langsung. Basecamp nya mereka-mereka. bener-bener mengetahui semuanya.saya jangan sampe menggurui orang atau mengatur orang. Saya ngalir aja. Saya kumpulin itu dia pengen minum , saya belikan. saya harus mendalami bagaimana psikologisnya. dari bandit kelas bawah sampai kelas atas hingga tetek bengek sudah ada.dan mereka menyadari semua perbuatan itu adalah perbuatan negatif”

Perlahan, satu persatu para preman tersentuh. Selain Sugiharto, juga Feri, bekas pemabuk yang biasa di sapa mbah iblis. Mereka merasa lebih nyaman belajar di ponpes istigfar. Karena lebih menekankan pembentukan akhlakul karimah. Tanpa mendikte dan menggurui.

”Di sini terus keluar, masih kayak gitu. Balik lagi ksini. Pokoknya kalo dari sini tidak melarang sepenuhnya.cuman kalo bisa di kurangi..dikurangi..Terapinya memang kayak gitu sih. Ok kamu make ga papa. Akhirnya sadar sendiri.”
”Adaptasi cuman sebentar. Kamunitas temen-temen di sini semua enak. Bisa ngertiin.Lagian mayoritas jalan cerita hidupnya seperti saya semua. Yang di sini yang lebih parah dari saya juga banyak dulunya seperti ada yang pembunuhan, ada yang rampok.”tambah Sugiharto.

Memang, sepintas bangunan pesantren ini lebih mirip sebuah klenteng dengan hiasan ornamen relief naga. Keunikan lain, lampu disko di dalam mushola dan tulisan "Wartel Akherat 0.42443" yang tertera pada dinding mushola. Sederetan angka jumlah rakaat salat, yang melambangkan cara berkomunikasi dengan Allah.

Semua keunikan pada ponpes tersebut, kata Gus Tanto melambangkan perjalanan para preman yang ingin kembali ke jalan yang benar.

Warga Perbalan seperti hal nya Sri Rahayu menyambut baik Keberadaan ponpes istigfar, karena ponpes mampu menjaga lingkungan yang sebelumnya mendapat stigma sebagai kampung preman

”Yang orang mabuk-mabuk itu sekarang ga ada. Bersih dan aman. pada waktu tahun dulu-dulu agak ga tenang khan banyak preman., sekarang dah sadar. Pokoknya sini dah aman. Sekarang ga ada orang mabuk..ga ada. Bisa mengamankan. Sudah beberapa tahun sudah tidak ada siskampling tetap Aman.”

Seiring dengan waktu, jemaah Kyai tombo ati ini merebak. tidak lagi dipenuhi preman. tapi, lapisan masyarakat dari berbagai strata sosial, seperti pejabat, artis, pegawai, polisi, dan lain-lain

Tiap malam suara tadarusan terus terdengar di ujung gang"

Kalau dulu identik dengan suara pemabuk yang mengganggu tidur, Kini ayat-ayat Alquran selalu terdengar setiap malam di kampung preman.

Semarang, Sept 09

Noni Arnie

2 komentar:

doniriadi.blogspot.com mengatakan...

ini bagus banget...
semoga perjuangan gus tanto berbuah untuk dirinya kelak di hari akhir...

noni arnee mengatakan...

siiippp....