Pages

Sabtu, 29 Agustus 2009

Kerjasama Indonesia..Malaysia



Publish on Radio International Jerman Deutsche Welle/ Indonesian Programme
by. Noni Arnee

Konflik soal warisan budaya antara Indonesia dan Malaysia selama beberapa tahun terakhir tidak mempengaruhi institusi pendidikan, di kedua negara untuk tetap menjalin kerjasama.

Salah satunya Universitas Diponegoro, Undip, Semarang Jawa Tengah. Perguruan Tinggi Negeri yang masuk daftar 100 Universitas terbaik di Asia ini sejak tahun 1980-an sudah melakukan kerjasama dengan di Malaysia. Saat ini Undip menjalin kerjasama dengan 12 universitas Malaysia. Kerjasama ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas sekaligus memperkuat reputasinya sebagai universitas dengan jaringan internasional.

Rektor Universitas Diponegoro Semarang Profesor Susilo Wibowo menjelaskan,pentingnya proyek kerjasama di bidang pendidikan bagi dua negara ini.

”Jadi kerjasama itu suatu keharusan bagi universitas karena dengan kerjasama kita bisa melihat lebih jauh, lebih jelas. Yang di hitung adalah win-win solution. Undip di untunngkan. Negara di untungkan, mereka juga untung. Yang kita kerjakan join reseach. Kita harus mengakui, banyak dosen kita yang melakukan penelitian-penelitian di Malaysia karena kita tidak punya alatnya. Jadi kita untung, Malaysia juga di untungkan karena ilmunya orang Indonesia lebih pintar dari mereka. Dua-duanya di untungkan. Tidak ada masalah jadi tetep kami kerjakan. Finansial, fasilitas jauh lebih bagus dari kita.”

Menurutnya, Langkah-langkah ini juga sejalan dengan program pengembangan pendidikan tinggi dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi DIKTI. Dimana institusi pendidikan dituntut menjaga kualitas tinggi yang terakreditasi secara internasional.

Program kerjasama yang dijalankan, antara lain riset dalam bidang sains, teknologi, beasiswa, pertukaran pelajar, hingga publikasi saintifik secara profesional.
Rektor Susilo Wibowo menambahkan, dari sekian banyak fakultas yang ada di Undip maupun universitas lainnya, fakultas kedokteran yang selalu menjadi incaran para mahasiswa asal Malaysia.

”Kebetulan Malaysia cuman mengincar fakultas kedokteran untuk Indonesia itu. Mereka pikir betul pendidikan dokter di Indonesia itu lebih unggul dari sana. Menurut perhitungan mereka. Yang lain-lain mereka merasa alatnya lebih canggih dan sebagainya, mereka tetep di negara mereka sendiri. Angka untuk mendidik mahasiswa Malaysia disana jadi dokter tu sekitar 1,2 miliar rupiah untuk satu dokter. Lha di Indonesia anda bisa hitung, 140 juta. Jadi mereka ngejar kemari.”

Berbeda dengan Indonesia, pendidikan di Malaysia menjadi prioritas, sehingga pemerintahnya mengalokasikan dana cukup besar. Hampir semua universitas mempunyai sarana dan prasarana penunjang yang sangat lengkap. Meski dengan aturan yang lebih ketat. Setidaknya itu yang di rasakan Dhani Irvandy mahasiswa Fakultas teknik Elektro Undip yang pernah mengenyam kuliah di Johor, Malaysia

”Sana teori dan praktek seimbang. Dosen-dosen di sana juga lebih fokus. Saya lihat itu sangat positif di sana misalnya ada praktikum kalau di sana Meskipun yang datang cuman 20 orang. Profesornya, dosennya dan asisten dosennya datang langsung, ngajarin langsung jadi lebih aktif. Kalau khususnya di elektro itu, diserahin sama mahasiswa. Praktikum cuman mahasiswa, dosennya malah gak tahu sama sekali. Pemerintah malaysia konsern di bidang pendidikan, jadi sarana-sarananya pun di tunjang sekali. Jadi peralatan yang di butuhkan di sana banyak.”

Lalu bagaimana pengalaman Dhani sebagai orang Indonesia di Malaysia? Sebagai mahasiswa ia mengakui dilayani dengan baik.

”Cuman ada semacam perbedaaan perlakuan antara student dan TKI. Pegawai di bandara sedikit kasar dengan TKI. Kalau tahu student maka sangat baik sekali pelayanannya. Disana banyak turunan jawa, mereka bisa bahasa jawa alus. Kalau mahasiswa justru seneng karena banyak film, - indonesia yang di puter di sana,dan juga grup band indonesia yang laris disana. Seneng dengan bahasa Indonesia apalagi dialek Jakarta. Mereka seneng dengan orang jawa. Pemerintah Malaysia bener-bener cinta budaya dari leluhur. Sana begitu sangat menjaga kebudayaan bahkan sampai ngadain perlombaan semacam kuda lumping tingkat universitas se- Malaysia. Di sini di anggap remeh lah disana justru sangat di perhatin.”

Menurut Dhani, pemerintah dan masyarakat Malaysia memang kelihatan benar-benar menjaga budayanya. Ada lomba pagelaran budaya sampai tingkat universitas.

Hubungan antar komunitas intelektual Indonesia-Malaysia sebenarnya terjalin baik, meski saat ini muncul silang sengketa soal warisan budaya. Malaysia sedang menggalakkan promosi wisata dan sering menggunakan ikon-ikon budaya Indonesia dalam iklan-iklan wisatanya. Yang pernah diprotes Indonesia adalah antara lain penggunaan lagu Rasa Sayange, tari Barong, Batik, alat musik Angklung dan kasus yang terakhir adalah tari Pendet khas Bali.

August 28'09

Senin, 24 Agustus 2009

Melongok Tradisi Dugderan



Publish on KBR 68H Jakarta
By. Noni Arnee

Ramadhan disambut penuh suka cita di Kota Semarang, Jawa Tengah. Ada tradisi ’dugderan’ yang digelar tiap tahun, meski kini sudah mengalami perubahan. Kata ’dugderan’ diambil dari bunyi bedug dan tembakan meriam: dug dan der. Kontributor KBR68H di Semarang Noni Arni mengajak Anda melongok tradisi dugderan yang berlangsung akhir pekan lalu.

Ratusan warga tampak memadati halaman Masjid Agung Kauman Semarang. Mereka menanti pengumuman pembacaan hasil halaqah, yaitu hasil musyawarah para ulama Semarang untuk menentukan 1 Ramadhan sebagai awal puasa.

Pembacaan qalaqah di sertai bunyi bedug dan meriam ini adalah prosesi terpenting dalam tradisi dugderan khas Semarang. Catatan sejarah menunjukkan, tradisi ini dimulai sejak dua abad silam. Lewat prosesi pembacaan halaqah dan kemeriahan dugderan, seluruh masyarakat Semarang punya waktu yang sama untuk memulai puasa. Tidak ada yang lebih dulu, atau lebih lambat. Sama.

Saat dugderan berlangsung, digelar pula Pasar Megengan. Di sana masyarakat menjual aneka makanan dan mainan anak-anak tempo dulu. Salah satunya Muji yang sudah 16 tahun menjual gerabah di arena dugderan.

Ya dari dulu pertama babat alas.. jualan. (Yang di jual)..Gerabah dan mainan anak-anak.Rame dulu dari pada sekarang. Hari-hari bagus kemarin kalo sekarang dugdere tok yang bagus. Dulu bagus rame terus. Dulu saya tok yang jual , sekarang banyak yang jual

Tradisi dugderan selalu dijaga dengan terus dijadikan agenda tahunan Semarang. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Semarang, Agung Priyo Utomo melihat ada potensi wisata di balik tradisi dugderan.

“Nilai-nilai budaya yang ada di kegiatan ini sangat agung dan luhur. Jadi ruhnya dugderan tidak boleh mati. Kami melihat suatu peluang bahwa even budaya ini bisa di kemas untuk menjadi daya tarik wisata. Jadi desatinasi wisata yang di jual tidak hanya obyek. Kegiatan ini bisa di kemas untuk menarik wisatawan domestik maupun asing untuk datang, melihat.”

Dugderan, bagi budayawan asal Semarang, Djawahir Muhammad, punya nilai lebih besar ketimbang sekadar kemeriahan, ajang interaksi warga atau wisata. Ini adalah upaya menjaga kearifan lokal warga Semarang, kata dia.

”Semarang ini sebagaimana masyarakat pantai yang religius islaminya lebih mayoritas di bandingkan mayarakat lain, Selalu mempunyai otoritas Untuk menjaga eksistensinya termasuk eksistensi budaya, tradisi dan kearifan lokal. Jadi kalau mayarakat Semarang memelihara tradisi dugderan itu urgensinya adalah dalam rangka menjaga tradisi yang secara kebetulan dianut kelompok mayoritas supaya tradisi ini berlanjut.”

Meski selalu diadakan tiap tahun, warga mulai merasakan ada perubahan dari tradisi dugderan kali ini. Kata Aliyah dan sejumlah ibu lainnya, dugderan sekarang terasa kurang ramai.

”Nonton lha ini menyambut puasa. Tradisi Semarang kuno. Kalau dulu..ya lebih ramai, dulu ada di sini dulu di alun –alun ada (nyebutin jenis permainan macem-macem tradisional jaman dulu ) sekarang tidak ada. Kurang meriah ya. Dulu mainannya macem-macem. Dolanan gerabah, warag ngendok, sekarang yang banyak jajanan. Nunggu mercon.. dulu kan pakai bom udara sekarang mercon sampai menggetar..wah..seneng. Yang di tunggu kan dugderannya arak-arakannya ini. Tiap arak-arakan sini pasti rame.”

Kalau dulu dugderan identik dengan tradisi religius, sekarang rupanya bergeser menjadi acara seremonial belaka , kata budayawan Semarang, Djawarih Muhammad. Ada semangat yang hilang dari dugderan.

”Pada tahun 1976 ketika dugderan di ambil alih pemkot Semarang dari masjid agung ke balaikota. Kelihatan sekali kegiatan dugder yang tadinya bersifat religius lokal itu sudah menjadi bagian kegiatan ceremonial sebagai salah satu upaya menjaga kewibawaan pemerintah. Dilengkapi dengan adanya karnaval dan upacara-upacara kenegaraan dan masjid sudah tidak berfungsi lagi. Masjid hanya menjadi pendengar atau penonton. Itu sungguh-sungguh terkuptasi dengan spirit birokrasi. Kemandirian dugder sudah tidak utuh lagi.”

Kalaupun makna kearifan lokal tak lagi nampak, dugderan tetap dinanti warga Semarang. Paling tidak ini jadi penanda, kemeriahan bulan suci Ramadhan sudah tiba.

duug..duug..duug..deeerrrr...

Kontributor KBR68H , Noni Arni.

August 2009

Ayooo..Tanam Mangrove...



Publish on Radio International Jerman Deutsche Welle / Indonesian Programme
By. Noni Arnee

Mangrove sebagai benteng alami penahan laju abrasi di wilayah pesisir Jawa kini dalam kondisi memprihatinkan akibat konversi lahan. Dampaknya, ratusan hektar tambak dan pemukiman pun tenggelam karena tingginya laju abrasi atau pengikisan daratan oleh laut.

Berbagai upaya penanganan seperti membangun fasilitas pelindung pantai dan gerakan penanaman kembali mangrove terus di gerakkan untuk menyelamatkan wilayah pesisir dari abrasi.
Seperti yang dilakukan ratusan relawan Indonesia dan asing dalam Jambore Mangrove Internasional di Semarang Jawa Tengah. Dalam Politik dan Masyarakat kali ini dari Semarang saya Noni Arni, mengajak Anda mengikuti jalannya Jambore Mangrove Internasional yang digelar awal Agustus lalu.

”kalau begini kan nanti numbuh daunnya. Ya di tancepin kurang lebih ga sampai roboh. Dah di ajarin gimana buka bijinya. Proses secara alami ini kan menjatuhkan dirinya sendiri. Yang lancip ini langsung nancep, secara otomatis dia numbuh sendiri. Ini sebenarnya ada bijinya tapi lama kelamaan ini mendorong supaya bijinya lepas. Kalau tidak dibantu manusia kan bisa lama numbuhnya. itu kita bantu lepasin biar cepet..”

Sambil menanam batang mangrove dalam lumpur dan kecipak air tambak, Lintang dan teman-temannya menjelaskan kepada saya proses tumbuhnya batang mangrove yang baru di tanamnya di bibir tambak warga.
Mahasiswi perguruan tinggi swasta di Jawa Tengah ini adalah bagian dari 350 lebih relawan Indonesia dan asing yang mengikuti Jambore Mangrove Internasional.
Sebuah kegiatan solidaritas penyelamatan lingkungan, yang digagas Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Pesisir LEPAAS bersama Indonesia Internasional Work Camp.
Berlokasi di kawasan Tempat Pelelangan Ikan pesisir Mangunharjo Semarang Jawa Tengah, puluhan tenda menjadi tempat para relawan berkumpul dan tidur dengan semangat kebersamaan.

Selain Lintang, ada juga Sebastian dan Gerro relawan asing asal Jerman. Selama 2 hari mereka bahu membahu bersama relawan lain, menanam 60 ribu lebih bibit mangrove di tambak dan bibir pantai tak jauh dari tenda mereka.

Kegiatan untuk menunjukkan solidaritas global terhadap pentingnya pelestarian mangrove bagi ekosistem pantai ini, juga di ikuti masyarakat setempat dan relawan dari sejumlah negara lain seperti Belanda, Perancis, Spanyol, Jepang dan Korea.

Selain penanaman bibit mangrove, para relawan juga melakukan serangkaian kegiatan edukasi tentang mangrove seperti observasi, diskusi interaktif, lomba presentasi pengetahuan mangrove dan pentas seni.
Jambore Mangrove Internasional baru digelar pertama kalinya.

”Karena wilayah kami terkena dari dampak abrasi adanya pembangunan industri besar di sebelah barat yang menjorok ke tengah dari bibir pantai kurang lebih sejauh 1 kilometer sehingga mempengaruhi proses dari lajunya abrasi. Tahun 96 kita sudah mulai abrasi sampai sekarang. Yang terparah mulai tahun 2000. Tambak petani hilang menjadi lautan sampai sejauh 2 kilometer mendekati perkampungan. Dari luas tambak 226 hektar yang produktif masih 75 hektar dan sisanya tambak tenggelam. ”Kata Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Pesisir sekaligus penggagas Jambore Mangrove Internasional di Semarang, Abdul Azis

Azis menambahkan, kegiatan dengan tema Persaudaraan global dalam menghadapi dampak perubahan iklim melalui pelestarian mangrove, sengaja dikemas dalam bentuk jambore dengan melibatkan relawan asing, untuk menunjukkan semangat kebersamaan dan kepedulian menyelamatkan lingkungan. Dan permasalahan mangrove di pesisir mendapat perhatian masyarakat internasional.

Tambak dan bibir pantai di Mangunharjo Semarang yang mereka tanami mangrove ini, hanyalah sebagian kecil dari 96 persen hutan mangrove di wilayah pesisir pantai utara Jawa Tengah, yang saat ini kondisinya memprihatinkan.

”Kami yang melakukan penelitian itu hanya tinggal 3,05 persen dari seluruh areal mangrove yang ada di Jawatengah habis, padahal luas total potensinya 95.338,03 hektar. Ini pemanfaatan yang berlebihan terutama untuk konversi menjadi kawasan lain. untuk tambak rakyat mereka babat. membuat perkampungan nelayan itu dibangun dengan mengkonversi sekian banyak mangrove untuk pemukiman. Selain itu ya memang akibat perubahan iklim.”Direktur Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan, Indra Kertati menjelaskan.

Sebenarnya berbagai upaya nyata penanganan laju abrasi, baik fisik maupun alami telah dilakukan. Namun Kepala Badan Lingkungan Hidup Jawa Tengah Joko Sutrisno mengakui, sulit menangani kerusakan yang sudah terjadi sejak hampir 30 tahun yang lalu. Butuh dana besar dan waktu lama.

”kita bangun sabuk pantai pakai bis beton, sejak 2002 sampai masih eksis. Ada 3 lapis, batu, bis beton, tanah, baru mangrove. Biayanya mahal bis betonnya, belum tentu teknologi yang sederhana ini mampu. Kemudian vegetatifnya di mulai menanam mangrove. Yang paling baik mengatasi ini hanya mangrove, perakaran mampu melindungi pesisir dari abrasi. tapi ya itu syaratnya mangrovenya harus sudah rapat. Kalau rapat mampu membentengi pantai dari abrasi.”

Badan Lingkungan Hidup Jawa Tengah mencatat kerusakan hutan mangrove terjadi merata di sepanjang pesisir pantai. Dan menyebabkan abrasi hingga 115 kilometer di sepanjang bibir pantai dengan luas mencapai sekitar 5700 hektar.

Indra Kertati menambahkan, Sebenarnya, cara paling efektif mencegah laju abrasi adalah dengan penanaman mangrove. Tapi tidak adanya sinergi dan waktu lama yang dibutuhkan, menyebabkan penanganan tersebut tidak menjadi prioritas.

”Menurut saya sekarang ini pada upaya melakukan pencegahan. bagaimana membangun atau membuat mangrove tidak sekedar di tanam. Beberapa aktifitas yang dilakukan pemerintah menanam asal tanem aja, akibatnya seminggu sudah habis. mentreatment Tetapi belum tepat. Yang ke dua pelibatan masyarakat sangat rendah. Jadi Bagaimana sebetulnya masyarakat diajak untuk mengamankan itu jauh lebih penting. Karena menanam itu lambat sekali. Tetapi itu pada akhirnya yang harus kita ambil. Jadi Kalau suatu saat mangrove berusia 10-15 tahun dengan kerapatan 1 meter itu sudah luar biasa.”

Kegiatan penanaman mangrove dalam jambore ini sebenarnya merupakan rangkaian program penanaman yang sudah dilakukan sejak tahun 2002. Jika program penanaman mangrove ini berhasil, dalam dua sampai tiga tahun mendatang kawasan ini diharapkan menjadi ”mangrove center” yang berfungsi sebagai pusat observasi dan rehabilitasi ekosistem hutan mangrove terbesar di Jawa Tengah. Karena menurut Abdul Azis, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, tanah di kawasan tersebut masih subur dan layak menjadi mangrove center.

Para relawanpun berharap jambore mangrove ini dapat menjadi gerakan masif bagi semua pihak. Seperti diungkapkan Tival Godoras relawan dari Semarang.

”Ini kan namanya re-planting, bukan sekedar nanam saja tapi ada pemeliharaan atau maintenence nya. Itu lebih penting jika di bandingkan hanya sekedar nanam saja. Jadi untuk berapa persennya mangrove itu berhasil tergantung pemeliharaannya. Yang lebih di harapkan lagi, masyarakat di sekitar sini sebagai subjek untuk bisa merawat mangrove yang telah kita tanam hari ini.”

Begitu juga harapan Gerro Peter, relawan asal Jerman

”Saya tertarik dengan proyek lingkungan, ini baru pertama kali saya ikut. Menurut saya proyek ini sangat bagus dan berharap proyek seperti ini bisa bertahan lama, sehingga petani tambak dan nelayan bisa mengambil keuntungan dari kegiatan ini. Ini proyek bagus. jadi mereka harus menjaganya.”

Penyelenggaraan Jambore Mangrove Internasional hanya momentum untuk menunjukkan adanya perhatian masyarakat internasional terhadap permasalahan mangrove di wilayah pesisir.
Meski butuh waktu, pihak penyelenggara berharap kegiatan tersebut dapat di tindak lanjuti dengan dukungan nyata.

Demikian pendengar Politik dan Masyarakat kali ini tentang Jambore Mangrove Internasional di Semarang.
Noni Arni koresponden DW di Semarang.

August 2009

Rabu, 12 Agustus 2009

Dooorrr...Dusun itupun Terusik....



Kbr 68H Jakarta
By. Noni Arnee

Dusun Beji Jurang, Kedu Temanggung Jawa Tengah mendadak menjadi terkenal, setelah Dusun yang tenang, dan guyub rukun itu menjadi lokasi drama penggrebekan 17 jam yang menewaskan pria yang diduga Noordin M Top, otak dari serangkaian peledakan bom di Indonesia. Peristiwa itu hingga kini masih membekas.

”Kejadian itu pukul 4 tiba-tiba ada mobil 2 jalannya kencang sekali. saya lihat kok jalannya lurus , Yang satu parkir di rumah pak Djari yang satu di depan SD. melintang gini ditengah jalan. Orang nya keluar pake baju item. Trus pake tameng .trus Orangnya lari ke tembakau, sawah, bukit, trus arah sana. pokoknya semuanya. Trus seperempat jam ada dor..dor..tembak. Trus jalan di tutup. Ada apa itu terkejut semua..waktu itu belum ada orang. setengah jam langsung brol(keluar)...semua pada datang. rumahnya pak moch Djari kok begini..katanya ga ada apa-apa. Pengen lihat tapi ga boleh. Disini semua.ga boleh..karena ada dor-dor kenceng semua suruh masuk rumah. Dor..dor..dor..Dung..dung..”

Marimah mengingat peristiwa jumat sore itu. Toni siswa SD negeri 03 Kedu dan temannya bahkan menyangka ledakan yang didengarnya itu petasan yang berasal dari ujung desa.

”Disawah dikrain petasan...”Kaget. Disana lagi main kasti sama teman-teman. Lari ke mesjid sama teman-teman. Pistol..tembakan..bunyinya dor. Takut
Ga sekolah banyak polisi, gurunya juga takut. Ga boleh keluar gitu. Nanti kalo ledakannya sampe sini...bergetar waktu ada granat itu.

Suasana tenang di Dusun Beji tiba-tiba berubah mencekam saat puluhan petugas bersenjata mengepung rumah milik Moch Djari yang dikelilingi ladang padi, tembakau, dan kaki bukit Sikleben itu.
Rumah sederhana bercat putih diduga menjadi lokasi persembunyian teroris yang paling di cari Nurdin M Top.

Bahkan, sebagai Ketua Rt 1 Dusun Beji , Sukarjo mengaku tak menaruh curiga sebelumnya,
”Kegiatan pak Moh Djari biasa-biasa saja. Papaknya aktif. Kegiatan apa saja ikut. Tidak tertutup.
Itu malah saya dirumah sangat kaget, seandainya tidak ada orang yang lewat, di kulon kok ramae itu ada apa..itu saya ndak tahu. Pada bawa senjata..ada apa..warga sama sekali ga ada yang tahu. Tahu-tahu ketika sudah ada aparat, ternyata di sini ada begini dan liat berita ternyata...”

Akibat peristiwa itu, warga menjadi tertekan. Ditambah lagi dengan antusias masyarakat sekitar maupun luar kota yang ingin menyaksikan dari dekat rumah Moh Djari. Keingin tahuan ditunjukkan Zainudin warga Pekalongan dengan mengajak seluruh keluarganya

”Pengen lihat. jadi ingin menyaksikan secara langsung dari pada kemarin liat dari tv tok. Kurang mantep. Kayak apa sebenarnya. Luar biasa..saya hanya melihat dari tv. nurdin entah betul tidaknya. Kok dia pilih lokasi yang enak di grebek. ”

Begitu juga warga setempat Ariyati,”Penasaran.. kan liatnya di tivi, liat aja disini. Kalau liat marem.”

Rumah Moch Djari berubah menjadi lokasi wisata dadakan, wargapun mengabadikan peristiwa bersejarah dengan berbagai macam. Memotret hingga mengumpulkan selongsong peluru bekas baku tembak aparat. Seperti yang dilakukan Iskandar, warga Kedu Temanggung

”Slongsong..nyari slngsong. buat kenang-kenangan bekas nurdin..cari peluru ini lho..suasana)dapat berapa..dua..nanti kalo ada yang nawar..ya pasti tahu dibuat sejarah nanti di ukir di sini peristiwa 8 agustus.Nurdin Top.gara-gara ini Nurdin ga bisa lari ”

Kepala Dusun Beji, Hartoyo mengatakan, peristiwa yang terjadi di rumah Moch Djari , Kyai Dusun Beji pun berujung petaka. Kyai itupun dicurigai telah dimanfaatkan jaringan gembong terorisme Noordin M Top untuk bersembunyi. Sesuatu yang sebelumnya jauh dari benak mereka. Sikap toleran dan guyub yang selama ini tumbuh berubah seketika.

”Suara-suara dari bawah Masyarakat semuanya , pak Djari pulang nanti diusir aja jangan sampe bertempat tinggal di sini. Karena itu sudah menjadi kesepakatan masyarakat. Mengotori dusun. Terserah masyarakat itu. alangkah baiknya. untuk kenyamanan dusun beji selanjutnya.”

suara celoteh anak –anak dan jangkrik di malam hari di alam pesedaan di dusun berhawa dingin terpaksa terusik..entah sampai kapan

Temanggung, Agustus 2009

Jumat, 07 Agustus 2009

Millenium Development Goal (1)





Beseitigung Von Armut und Hunger

Publish on Radio International Jerman Deutsche Welle/Program Indonesia
Noni Arnee

Indonesia termasuk salah satu negara yang tahun 2000 silam menandatangani Millenium Development Goals. Sasaran pertama pembangunan global ini, adalah sampai tahun 2015 mengurangi separuh jumlah penduduk miskin di dunia. Agar dapat merealisasinya di nusantara, pemerintah Indonesia menitik beratkan upaya-upaya yang mendorong penciptaan peluang kerja. Salah satunya, dengan membantu perkembangan sektor industri.
Tapi tidak hanya itu. Sejumlah upaya ditujukan langsung kepada masyarakat miskin dan juga masyarakat di pedesaan. Misalnya, penggairahan kembali sektor pertanian. Selain itu, pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah.
Sudah sejauh manakah pencapaian untuk menghapus tingkat kemiskinan sesuai Target Pembangunan Milenium, MDG. Saya Noni Arni Koresponden DW di Jawa Tengah melaporkan.

Kampung Mlati baru, di Semarang Jawa Tengah adalah satu dari 48 ribu desa miskin di Indonesia. Banyak warganya tinggal di rumah berukuran 3 kali 8 meter, yang bersekat pemisah dari kayu triplek. Sebagian penduduknya bekerja sebagai buruh serabutan, dengan upah harian sebesar 25 ribu rupiah dan harus menanggung 2 anak. Uang sebesar itu, biasanya hanya cukup untuk makan dan ongkos anak yang masih duduk di sekolah dasar.
Pendapatan harian warga ini masih diatas patokan kategori miskin dari Badan Pusat Statistik yang untuk biaya pengeluaran makan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan pengeluaran lainnya hanya 5.500 rupiah perhari. Lebih rendah dari kategori kemiskinan absolut Bank Dunia, yang batasannya hidup dengan pendapatan dibawah 1 US Dollar per hari. Namun dengan biaya hidup yang terus meninggi, warga belum hidup layak.

Tahun 2007, tingkat kemiskinan nasional turun menjadi 16,5 persen, begitu ungkap jubir Bappenas terkait pencapaian MDG di Indonesia. Namun di Jawa Tengah, angka kemiskinan di tahun yang sama berada di atas angka rata-rata nasional, berkisar pada 20 persen.
Dalam kondisi terburuk, angka kemiskinan di Jawa Tengah mencapai hampir 40 persen. Menurunkan angka kemiskinan pasca kenaikan harga BBM dari 40 persen menjadi 20 persen, ini sebuah prestasi bagi Jawa Tengah.
Karena itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda Jateng, Slamet Budi Prayitno mengharapkan, bisa menurunkan angka kemiskinan antara 1-3 persen pertahunnya. Dengan begitu sampai tahun 2015, target MDG Jawa Tengah menurunkan angka kemiskinan minimal 11,5 persen bisa tercapai. Slamet Budi Prayitno menjabarkan Kebijakan Pokok Penanggulangan Kemiskinan di Jawa Tengah

“ada 3 pendekatan baik yang dibiayai pemerintah, yang pertama masyarakat yang miskin karena tua, cacat tetap, kita prioritaskan untuk mendapat bantuan langsung tunai. Kedua, masyarakat yang usianya produktif tapi miskin. Masyarakat ini diberikan berbagai pendidikan ketrampilan untuk menopang hidupnya sendiri, biasanya diberikan bantuan stimulan modal untuk mulai melakukan usaha. Yang ketiga masyarakat miskin produktif yang sebenarnya mempunyai ketrampilan tapi lama nganggur.”

Di Jawa Tengah, dana APBD untuk penanggulangan kemiskinan 5 tahun terakhir terus meningkat. Dari 4,5 milyar rupiah pada tahun 2003, naik hingga 327 milyar rupiah di tahun 2007. Menurut Slamet Budi Prayitno, agar lebih efektif, penggunaan dana itu difokuskan untuk perluasan kesempatan kerja dan usaha. Dana bergulir yang sudah dikucurkan ke masyarakat dari 2006 hingga 2008 mencapai 60 milyar rupiah.

Contohnya Usaha mebel milik Abdul Saleh di Semarang yang merupakan unit usaha mikro dengan omset sebesar 50 juta rupiah perbulannya. Produksinya berdasarkan pada pesanan saja. Masing-masing dari 10 pekerjanya dibayar 35 ribu rupiah per hari. Usaha Dagang UD Sumber Rejeki milik Abdul Saleh ini harus mencari dana segar sendiri jika order meningkat.

’’Lokalan saja, wira-wiri wira-wiri. Itu kan pasang surut ya, ada kalanya ekonomi lagi membaik. Musim-musiman. Kesulitan ya kita di pemasaran kalau musim sepi. Kedua dana, kadang-kadang kerjaan lagi rame, dana-nya kalang kabut. Saya ini kan modal-modal kecil. Home industri lah. Terus kedua, suku bunga bank itu tinggi, ga masuk untuk pekerjaan ini.“

Di Indonesia, usaha mikro menyerap 77 juta lebih tenaga kerja. Sementara usaha kecil menyerap sekitar 10 juta dan usaha menengah hampir 5 juta tenaga kerja. Jawa Tengah dikenal sebagai propinsi UMKM. Menurut Kepala Bappeda Jateng, menggali dan mengembangkan potensi lokal atau apa yang disebut lokal genius, bisa meningkatkan peluang usaha.

“lokal genius misalnya Jepara dengan ukir, Magelang dengan patung. Diberikan tambahan pengetahuan, teknik dan kemudian dikembangkan klaster-klaster. Dan sekarang sudah ada di 30 kabupaten kota klaster ini dan ada 150 klaster yang sudah berkembang”

Klaster adalah pengembangan jenis usaha yang terkait di dalam satu wilayah, agar baik pengelolaan maupun pemasarannya bisa lebih efektif. Setiap klaster biasanya terdiri dari 15 UKM yang mempunyai puluhan sub-sub kontraktor. Pengembangan UKM tak mungkin dilakukan tanpa kredit. Bank Indonesia Semarang mencatat, 7,8 juta unit usaha mikro, kecil, dan menengah tersebar di Jawa Tengah. Hampir semuanya bergerak di sektor pertanian dan industri. Pimpinan Kantor Bank Indonesia Semarang Zaini Aboe Amien mengatakan, BI bekerjasama dengan berbagai pihak untuk memfasilitasi akses kredit

“Dilakukan melalui beberapa kegiatan, yang pertama kebijakan di bidang perkreditan. Kemudian yang kedua adalah pengembangan kelembagaan. Ada beberapa program yang dilakukan, salah satunya program keterkaitan antara bank umum dengan bank perkreditan rakyat, pelatihan, survey, ataupun penelitian termasuk didalamnya pemetaan umkm di berbagai sektor di berbagai lokasi atau wilayah. Kerjasama dengan pemerintah daerah dan lembaga internasional maupun domestik.”

Contohnya, kata Zaini adalah proyek klaster mebel rotan di Sukoharjo hasil kerjasama BI dengan Badan Kerjasama Teknis Jerman, GTZ dalam bentuk pengembangan industri mebel, yang berorientasi pasar ekspor di Eropa dan Amerika.

Penasihat program nasional GTZ-REDD Hidayatullah Al Banjary mengatakan, kerjasama dapat mempercepat proses penguatan UKM dan menjaga kelanjutan usaha itu.

“Kalau kita langsung ke ukm katakanlah 15 ukm maka hanya 15 itu yang mendapatkan manfaat. tapi kita bekerjasama dengan supporting system dari UKM, maka itu akan bersifat keberlanjutan.”

Selain membuka akses kredit, sejumlah upaya pengembangan usaha lain juga dilakukan. KADIN Jawa Tengah misalnya, membangun database yang dapat menggambarkan pertumbuhan jumlah unit usaha. Selain itu, menggalakkan penyebaran informasi, mengenai peluang-peluang yang ada bagi masyarakat miskin.

Harapan penurunan 3% angka kemiskinan setiap tahunnya di Jawa Tengah, juga tertuang dalam draft Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah tahun 2005-2025. Namun pengamat ekonomi Universitas Diponegoro FX Sugianto pesimis, target MDGs akan tercapai.

“sinergi antar SKPD tidak ada, karena setiap unit yang ada punya program yang sama. Jangan-jangan sasarannya sama, sementara yang lain terabaikan. Ini yang mungkin kurang diperhatikan. Bahwa kemudian target MDGS itu mundur itu persoalan yang masih bisa diatasi kalau nanti ada pebaikan dalam struktur anggaran. Karena jangan berbicara orang miskin kalau tidak ada anggaran untuk mereka.”

Berdasarkan data Bappeda melalui penanganan yang telah dilakukan, dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, terdapat penurunan signifikan prosentase angka kemiskinan di 12 Kabupaten/kota. Di Jawa Tengah,12 kabupaten/kota ini akhirnya menjadi daerah percontohan pelaksanaan MDGs.

Pada kenyataannya, program yang dibiayai pemerintah belum menyentuh seluruh masyarakat miskin, maupun UKM yang ada. Seperti warga Mlati Baru yang hanya menunggu bantuan langsung tunai yang hanya mampu menyambung hidup sesaat. Selain itu, akses kredit dan pendampingan biasanya diberikan dalam program klaster yang berorientasi pada pasar ekpor. Sedangkan UKM home industri seperti Usaha Dagang Sumber Rejeki milik Abdul Saleh, belum banyak didampingi.

Ada kemungkinan masalah yang dihadapi Jawa Tengah tidak jauh berbeda dengan daerah lain.

maret 2009

Millenium Development Goal (8)



MDG in Indonesien: Globalen Partnerschaft für Entwicklung

Publish on Radio International Jerman Deutsche Welle /Program Indonesia

Noni Arni /Bearb: Edith Koesoemawiria

Sasaran Pembangunan Millenium atau Millenium Development Goal – MDG mencatat butir ke-delapan sebagai kemitraan global dalam pembangunan. Yang dimaksudkan dengan itu, adalah kerjasama nasional dan internasional yang berpotensi mendorong tercapainya semua butir MDG.
Di dalam kerjasama itu, terdapat hal-hal seperti pengembangan komitmen terhadap pemerintahan yang baik melalui transparansi dalam pengambilan keputusan dan prosedur sistem keuangan, penghapusan diskriminasi dan peningkatan perdagangan yang terbuka. Juga penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, serta pembebasan utang bagi negara-negara miskin yang berhutang besar.

Selain itu di tingkat internasional, penambahan dana bantuan pembangunan resmi negara-negara donor yang berkomitmen mengurangi kemiskinan.
Lalu di Indonesia, sudah sejauh manakah berkembangnya butir ke-8 MDG yang menyorot kerjasama internasional ini? Saya, Noni Arni, koresponden DW di Jawa Tengah melaporkan.

Menurut Erna Witoelar, duta besar luar biasa PBB untuk kampanye MDGs di Asia Pasifik, masyarakat internasional selalu memfokus pada isu-isu yang dinilai berpengaruh besar pada pelaksanaan pembangunan, seperti peningkatan kuantitas dan kualitas bantuan pembangunan resmi atau ODA, pengurangan utang luar negeri, alih teknologi, investasi dan perdagangan. Namun seperti di bidang perdagangan, ia menilai, pelaksanaannya seringkali tidak optimal

“perdagangan masih menerapkan aturan-aturan yang tidak adil buat produk-produk negara berkembang, itu harus dihilangkan. Kemudian hutang-hutang, kalau sudah lama terbayar itu harus dibebaskan atau dihilangkan atau di tukar debt swap, juga kerjasama-kerjasama itu bukan hanya dalam bentuk dana tapi juga IT teknologi dan lapangan pekerjaan. itu semua adalah goal 8.”

Erna Witoelar berpengalaman luas dalam kerjasama internasional. Kritiknya tak beda jauh dari kritik yang tertuang dalam laporan PBB. Terkait perdagangan misalnya, tercatat bahwa di luar perdagangan minyak bumi dan senjata, akses negara-negara berkembang ke pasar-pasar negara industri masih sama dengan situasi tahun 2004. Meski begitu, ini bukan berarti bahwa sama sekali tidak ada kemajuan.

Ketua Kamar Dagang dan Industri KADIN Jawatengah, Solichedi menyebutkan kemitraan global dengan lembaga asing bisa dijadikan sarana untuk menembus pasar global, misalnya dengan berpameran di pekan-pekan raya internasional.

“Central Java business forum kita sudah menyelenggarakan 3 kali dan disitu ada lembaga Jerman yang selalu ikut dengan kita, yaitu DIHK,GTZ, dan IFC. Jadi kita mencoba menjual jawatengah dimana project ownernya adalah 35 kabupaten/kota.”

Dengan adanya otonomi daerah, tercatat di Jawa Tengah sampai tahun 2007 ada 33 negara yang bekerjasama dengan pemerintah daerah. Demikian ungkap Slamet Budi Prayitno. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Tengah menjelaskan, bahwa kemitraan global berlangsung dengan melibatkan swasta maupun pemerintahan di kawasan ini. Slamet Budi Prayitno memberikan contoh kerjasama dengan Lembaga Bantuan Teknik Jerman, GTZ.

“Biasanya kerjasama privat dengan government yang kita lihat adalah kerjasama sister cities dalam pengembangan wilayah G to G, antar daerah. Kemudian muncul investasi dari negara-negara, contohnya dengan Cina dan Korea industri rambut. GTZ menyangkut banyak hal mulai dari good governance, economic development, saya kira cukup banyak.”

Dalam kerjasama G to G atau antar pemerintah, Indonesia juga merupakan salah satu negara yang mengenyam keuntungan dari pengalihan utang. Erna Witoelar mengatakan, Debt swap for Achieving MDG atau mekanisme pengalihan utang untuk mendukung pencapaian MDG dialami Indonesia sehubungan dengan kredit yang diberikan Jerman.

“Jerman semakin aktif mengembangkan dept swap atau pertukaran hutang dengan program-program untuk mencapai MDGs. Jadi hutang kita ke Jerman itu ditukar dengan program-program, ada yang program lingkungan hidup, pendidikan, kesehatan. Upaya-upaya ini memang memerlukan dua sisi dari negara pemberinya itu. Ini yang paling awal-awal susah banget diperjuangkan di Indonesia.”

Dari segi pembangunan, proses yang dilalui sampai diberlakukannya debt swap bagi Indonesia menunjukan aspek positif tersendiri di dalam negeri. Untuk memperjuangkannya, LSM dan masyarakat sipil sempat bergandengan dengan pemerintah Indonesia, dan bekerja keras untuk menggolkannya. Bagi Erna Witoelar debt swap merupakan solusi yang bagus bagi kedua belah pihak,

„Sekarang semakin ada kemungkinan untuk melakukan hal itu. Untuk memungkinkan negara-negara berkembang mencapai MDGsnya dan untuk negara-negara maju tidak perlu capek-capek menagih hutangnya.”

Namun sejauh apa pelaksanaan program-program hasil debt swap itu? Hal ini dapat diteliti seiring dengan tingkat good governance atau baik-buruknya sebuah pemerintahan diselenggarakan. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Tengah, Slamet Budi Prayitno, Berbicara mengenai prestasi Jawa Tengah di bidang ini,

"tahun 2008 saja kita menjadi propinsi yang kinerja nya terbaik, artinya kalau kita bicara good governance dalam tahapan tertentu, dalam aspek pelaporan, perencanaan, pengendalian, evaluasi, mendapatkan penghargaan. Ini contoh yang terkait dengan MDGs"

Namun penelitian PATTIRO, sebuah organisasi independen yang bertujuan mendorong good governance dan partisipasi publik, menemukan, konsep good governance hingga kini belum diimplementasikan, baik di tingkat nasional maupun di daerah. Project Officer PATTIRO, Dini Inayati menyebutkan, kondisi ini bisa dilihat dari penerapan transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat yang masih rendah.

“hampir terjadi di seluruh kabupaten kota, partisipasi masyarakat belum optimal, karena masih sulit melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah. Kalau 3 aspek good governance masih rendah, itu kan rawan KKN. Contohnya pungli, proses perijinan, tidak ada yang berpartisipasi dalam pengawasan.“

Hingga kini lebih dari 10 ribu Peraturan Daerah dari seluruh wilayah Indonesia masih bermasalah, tumpang tindih dengan peraturan yang telah ada. Kepala laboratorium studi kebijakan ekonomi pembangunan Universitas Diponegoro Semarang, FX Sugianto mengemukakan, Kerumitan yang menyebabkan banyaknya ketidak jelasan ini juga berlaku bagi pelaksanaan sejumlah program pembangunan.

“Kadang-kadang karena masing-masing sumber anggaran tidak bisa di identifikasi dengan baik, kadang tumpang tindih, ini yang menjadi problem, kenapa begitu sulit melakukan koordinasi.”

Harlan M. Fahra aktifis LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi GERAK juga mengatakan, dalam 5 tahun terakhir dalam soal keterbukaan keuangan publik ada beberapa daerah yang sudah berupaya untuk transparan, namun secara nasional jumlahnya terlalu kecil.

“upaya kearah sana baru berdasarkan political will pemimpin yang berkuasa saja, tapi belum ada jaminan bahwa ketika pemimpin diganti system anggaran yang transparan akan tetap berjalan.”

Duta besar luar biasa PBB untuk kampanye MDGs di Asia Pasifik, Erna Witoelar menilai tujuan MDGs hanya akan tercapai jika ada kerjasama, komitmen penuh dan pembagian peran yang memadai antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

“perbaikan governance atau tata pemerintahannya itu bisa lebih banyak digunakan untuk anggaran pembangunan, kita lihat ada daerah yang mempermudah perijinan usaha, mengurangi pemborosan pegawainya, mendisiplinkan korupsi, mampu mendorong partisipasi masyarakat dsb. itu lebih maju dalam pencapaian mdgsnya. jadi yang lebih tanggap terhadap masyarakatnya. meyakini sangat terkait pencapaian mdgs dengan good governance, kemitraan maupun tanggung jawab bisa diharapkan dari masyarakat.“

Menurut Erna Witoelar, dalam menyelenggarakan pemerintahan yang baik, para pendukung MDG harus pintar menggalang rasa tanggung jawab semua pihak.

Maret 2009