Pages

Rabu, 07 Agustus 2013

Kebesaran Islam dalam Sinema




Masih segar dalam ingatan ketika film kontroversial Innocence Of Muslims (2012) yang menyuguhkan penghinaan terhadap islam menghebohkan publik hingga membuat  umat muslim di penjuru dunia termasuk Indonesia naik pitam.
Dan protes yang berbuntut pencekalan serta penutupan akses video sharing Youtube yang mengunggah film itu pun seolah “menenggelamkan” kisah Sultan Muhammad II Al-Fatih menaklukkan Istanbul (Konstantinopel). 

Fetih 1453 Trailer :

Ya, sang sultan adalah seorang pemimpin tangguh ahli bidang strategi perang, sains, matematika bersama gurunya Syaikh Aaq Syamsudin, dan  tangan kanannya Halil Pasha dan Zaghanos Pasha yang merencanakan penyerangan ke jantung dunia di Konstantinopel dengan berbekal 150 ribu pasukan dan meriam. Itu  dikisahkan dengan apik di film berjudul Fetih 1453 (2012).

Padahal film sejarah epik garapan sutradara Faruk Aksoy yang dirilis pada tahun yang sama ini merupakan film termahal sepanjang sejarah perfilman Turki yang menelan biaya hingga 17 juta dolar AS. Filmnya tersebar di Mesir, Turki, Uni Emirat Arab, Kazakstan, Ajerbaizan, Inggris, Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Georgia, Macedonia, dan Rusia.

Film heroik yang diproduksi hingga dua tahun ini dikerjakan secara kolosal, mirip dengan film Troy, Gladiator, 300, The Patriot, Clash of the Titans, dan Lord of the Ring.
Tapi, Fetih 1453 bukanlah film sejarah Islam pertama. Sebelumnya banyak sutradara asal Negara di Timur Tengah, atau  Hollywood yang tertarik mengangkat kisah sejarah Islam dalam film. Juga bukan film yang dipuji secara internasional yang mengangkat kultur islam.

Banyak sekali film berkualitas yang diproduksi oleh negea-negara yang berkultur islam. Dari sisi kualitas, sineas Iran cukup mumpuni. Ini terrbukti ketika ajang Academy Award 2012 mengganjar film Iran A Separation untuk kategori film berbahasa asing terbaik. Sineas Majid Majidi juga pernah menghasilkan film dengan kisah sehari-hari tapi dengan kualitas internasional. Sebut saja karyanya : Children of Heaven (1997).


Dari negara berkultur Islam lain, sineas Suriah Basel al-Khatib pun unjuk gigi lewat film Marian (2013) dan berhasil menyabet penghargaan Film Arab di Festival Film Internasional ke-4 di Kota Al-Dakhla, Maroko dan sudah dialihbahasakan ke dalam beberapa bahasa. Film itu bercerita tentang nasib tiga wanita bernama Mariam yang menghadapi berbagai aspek kehidupan perang pada waktu yang berbeda.
Dari Turki, ada Mehmed Tanrisever yang membuat Hur Adam (2011), yang mengisahkan biografi Bediuzzaman Said Nursi, filsuf Islam asal Turki dan berdarah Kurdi. Sosok kontroversi itu juga pernah dibuat versi film animasinya lewat Allah'in Sidik Kurlu : Barla (2011).

Sineas Hollywood
Jauh sebelumnya, ada The Message (1977), film Islam asal Libya garapan sutradara Moustapha Akkad yang sukses memikat dunia dengan menyuguhkan cerita sosok Nabi Muhammad SAW ketika berjuang menyebarkan Islam sebagai agama baru. Itu diikuti film lain berjudul Lion of the Desert (1981) yang menceritakan perjuangan penjajahan Italia. Keduanya diperankan Anthony Quinn dan diproduseri mantan pemimpin Libya, Moammar Khaddafi.

Kebesaran islam juga memuat kepincut banyak sineas Hollywood. Film The Message di remake versi Hollywood lewat The Messenger of Peace (2011). Tidak main-main, filmnya diproduseri oleh orang yang sama yang memproduseri film The Matrix dan Lord of the Rings: The Return of the King. Dia adalah Barrie Osborne. Dia rela mengeluarkan bujet 150 juta dolar AS untuk film yang menceritakan kelahiran Islam dan kehidupan Rasulullah Muhammad SAW yang sarat dengan nilai-nilai Islam, seperti toleransi dan kasih sayang.

"Film ini bukan film tentang perpecahan dan konflik, tapi berfokus pada kekayaan nilai-nilai yang dikenal semua muslim," ujar sutradara film tersebut, Oscar Zoghbi yang juga terlibat dalam pembuatan film The Message.

Film yang disulihsuarakan dalam sejumlah bahasa diharapkan bisa membantu menjembatani jurang yang dalam antara dunia Islam dan masyarakat Barat, pasca peristiwa 9/11.

Sutradara non muslim lain yang kepincut kebesaran Islam adalah Ridley Scott. Dia membuat film kolosal Kingdom of Heaven (2005) yang berbasis pada kisah Perang Salib (Perang Sabil) di Yerusalem. Ada juga Journey to Mecca (2009) karya sineas Amerika Bruce Neibaur yang menceritakan petualangan Ibnu Battuta menuju Mekkah ini bahkan menjadi film Islam pertama dalam format IMAX. Atau film dari Prancis Le Grand Voyage (2004) atau “Ar-Rihlatul Akbar” (Perjalanan Agung) yang menjadi salah satu film terbaik dunia yang mengisahkan perjalanan seorang ayah bersama anak lelakinya menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dengan bermobil menempuh 5.000 kilometer dari Prancis menuju Tanah Suci. 


Sineas Indonesia pun memproduksi film yang merayakan kebesaran Islam. Beberapa contoh diantaranya Sang Pencerah (2010) karya Hanung Bramantyo yang mengungkapkan sosok Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah, dan Sang Kyai (2013) karya Rako Prijanto yang bercerita mengenai KH Hasyim Asy'ari. (Noni Arnee)