Pages

Minggu, 07 Agustus 2016

Kisah di Tahun 1965 : Kuburan Massal di Hutan Jeglog

Suara gerisik daun Jati kering di Hutan Jeglog, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mengiringi perjalanan saya dan Supardi, pengurus Yayasan Korban Pembunuhan 1965/1966 Cabang Pati. Juga Radimin –warga Desa Sidoluhur.

Di lahan milik Perhutani tersebut, ada jejak pembantaian orang-orang yang dituduh sebagai anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Tempat yang kami tuju itu berada di sisi timur pinggiran Kota Pati. Di sana, Radimin menunjuk gundukan tanah di antara semak belukar dan ilalang –yang diyakini sebagai kuburan massal.

“Kalau yang 15 lubang yang timur. Mereka (korban-red) lari-lari dari mobil, tahu-tahu masuk ke lubang, tembak di dalam lubang,” ungkap Radimin.

Radimin, masih ingat betul peristiwa yang terjadi di bulan Desember 1965. Setengah abad silam, lelaki berusia 81 tahun itu dipaksa menjadi saksi mata aksi keji para pemuda dan tentara pada para tawanannya.

“Saat itu saya pulang lalu disuruh lihat langsung. Dipaksa, tidak bisa menolak.”

Di hadapan saya, Radimin memeragakan posisi para korban. Kata dia, ketika hendak dieksekusi, orang-orang itu berjongkok dengan kedua tangan diletakkan di belakang leher dalam keadaan terikat.

Sedang yang lain, dipaksa berlari dari mobil menuju sebuah lubang yang disiapkan untuk proses eksekusi; ditembak. “Saya tahu persislah. Itu dibondo (diikat-red), diangkat ke belakang. Di pinggir makam, ditembak di tengkuk dan ditendang masuk ke lubang."

Radimin bahkan sempat mengenali salah satu korban yang ketika itu adalah calon relawan “Ganyang Malaysia” –dimana Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia pada 1964.

“Satu yang ditembak namanya Jaiz dari Kecamatan Batangan, Desa Tanggulangin. Yang nembak itu ya seragamnya kalau namanya dulu ya Pemuda Garuda Pancasila. Sandangane (seragamnya-red) kuning-kuning.” Warga Desa Sidoluhur ini juga mengatakan, mereka yang “dihabisi”, dituduh sebagai pemberontak atau penjahat yang kala itu ditujukan pada orang-orang PKI.

Di Hutan Jeglog, ada 25 orang terkubur dalam tiga lubang yang terpisah. Menurut Radimin, sebetulnya ada 10 lubang yang digali. Tapi tiga lainnya dibiarkan menganga hingga sekarang. Sedangkan empat lubang lagi ditanami pohon pisang oleh warga.

“Ini kan lubang ada 10, di sana empat, di sini tiga. Sebenarnya ada masih ada lubang lagi tiga. Ini bukti bahwa ini kubur dan ini ada saksinya,” imbuh Supardi, pengurus Yayasan Korban Pembunuhan 1965/1966 Cabang Pati.
Radimin menunjuk lokasi kuburan masal korban 65 / noni arnee

Supardi dan Radimin menunjuk lokasi kuburan masal korban 65 / noni arnee

Supadi adalah bekas seniman di Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) –organisasi underbow PKI. Ia bercerita, ketika awal tahun 2000-an, ia dan sejumlah korban 65 asal Pati, tergerak melacak lokasi pembantaian itu.

Hingga kemudian, mereka mendirikan organisasi YPKP 1965/1966. Hasilnya, di wilayah tersebut, setidaknya ada delapan kuburan massal. “Setelah lepas dari Pulau Buru, saya mencari kuburan masal. Ketemu tiga lubang untuk mengubur jumlah 25 orang. Lubang pertama 15, lubang kedua lima, lubang ketiga lima. Ini ada harapan dipasang prasasti atau tanda. Beluma da uang.”

Temuan Supardi diperkuat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang pada 2008 datang ke Hutan Jeglog. Di sana, Komnas HAM menyelidiki peristiwa kekerasan pasca 1965.

Jejak pembantaian orang-orang yang dituduh PKI tak hanya ada di Hutan Jeglog, YPKP juga menemukan tujuh titik lain yang diduga bekas kuburan massal. Yakni di Hutan Regaloh, Kecamatan Tlogowungu; dua titik di Hutan Brati, Kecamatan Kayen; dan di Kecamatan Dukuhseti di antaranya Grogolan, Sumber Lamen, Puncel dan Kalitelo.

Semua itu adalah bukti bahwa tragedy 1965/1966 tak sekecil seperti yang diklaim bekas komandan pasukan TNI AD –yang membasmi gerakan PKI, Sintong Pandjaitan.

Dalam simposium nasional, Sintong berkilah jika yang mati di Jawa Tengah tak sampai 19 orang.

“Kita menuntut kebenaran. Benarkah orang yang dibunuh itu orang jahat? Benarkah orang yang dibunuh itu orang salah? Harap ada penyelesaian yang benar terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Apabila ada ketentuan bahwa kita tidak bersalah harap itu  dibongkar dan tulang-tulang dikembalikan ke masyarakat," kata Supardi penuh harap.

http://kbr.id/saga/06-2016/_saga__radimin__mereka_ditembak_di_dalam_lubang/82493.html

Tidak ada komentar: