Masih segar
dalam ingatan ketika film kontroversial Innocence
Of Muslims (2012) yang menyuguhkan penghinaan terhadap islam menghebohkan
publik hingga membuat umat muslim di
penjuru dunia termasuk Indonesia naik pitam.
Dan protes
yang berbuntut pencekalan serta penutupan akses video sharing Youtube yang
mengunggah film itu pun seolah “menenggelamkan” kisah Sultan Muhammad II
Al-Fatih menaklukkan Istanbul (Konstantinopel).
Fetih 1453 Trailer :
Fetih 1453 Trailer :
Ya, sang
sultan adalah seorang pemimpin tangguh ahli bidang strategi perang, sains,
matematika bersama gurunya Syaikh Aaq Syamsudin, dan tangan kanannya Halil Pasha dan Zaghanos
Pasha yang merencanakan penyerangan ke jantung dunia di Konstantinopel dengan
berbekal 150 ribu pasukan dan meriam. Itu
dikisahkan dengan apik di film berjudul Fetih 1453 (2012).
Padahal film
sejarah epik garapan sutradara Faruk Aksoy yang dirilis pada tahun yang sama
ini merupakan film termahal sepanjang sejarah perfilman Turki yang menelan
biaya hingga 17 juta dolar AS. Filmnya tersebar di Mesir, Turki, Uni Emirat
Arab, Kazakstan, Ajerbaizan, Inggris, Amerika Serikat, Perancis, Jerman,
Georgia, Macedonia, dan Rusia.
Film heroik
yang diproduksi hingga dua tahun ini dikerjakan secara kolosal, mirip dengan
film Troy, Gladiator, 300, The Patriot,
Clash of the Titans, dan Lord of the
Ring.
Tapi, Fetih 1453 bukanlah film sejarah Islam
pertama. Sebelumnya banyak sutradara asal Negara di Timur Tengah, atau Hollywood yang tertarik mengangkat kisah
sejarah Islam dalam film. Juga bukan film yang dipuji secara internasional yang
mengangkat kultur islam.
Banyak
sekali film berkualitas yang diproduksi oleh negea-negara yang berkultur islam.
Dari sisi kualitas, sineas Iran cukup mumpuni. Ini terrbukti ketika ajang
Academy Award 2012 mengganjar film Iran A Separation untuk kategori film
berbahasa asing terbaik. Sineas Majid Majidi juga pernah menghasilkan film
dengan kisah sehari-hari tapi dengan kualitas internasional. Sebut saja karyanya
: Children of Heaven (1997).
Dari negara
berkultur Islam lain, sineas Suriah Basel al-Khatib pun unjuk gigi lewat film
Marian (2013) dan berhasil menyabet penghargaan Film Arab di Festival Film
Internasional ke-4 di Kota Al-Dakhla, Maroko dan sudah dialihbahasakan ke dalam
beberapa bahasa. Film itu bercerita tentang nasib tiga wanita bernama Mariam
yang menghadapi berbagai aspek kehidupan perang pada waktu yang berbeda.
Dari Turki,
ada Mehmed Tanrisever yang membuat Hur
Adam (2011), yang mengisahkan biografi Bediuzzaman Said Nursi, filsuf Islam
asal Turki dan berdarah Kurdi. Sosok kontroversi itu juga pernah dibuat versi
film animasinya lewat Allah'in Sidik
Kurlu : Barla (2011).
Sineas Hollywood
Jauh
sebelumnya, ada The Message (1977),
film Islam asal Libya garapan sutradara Moustapha Akkad yang sukses memikat
dunia dengan menyuguhkan cerita sosok Nabi Muhammad SAW ketika berjuang
menyebarkan Islam sebagai agama baru. Itu diikuti film lain berjudul Lion of the Desert (1981) yang
menceritakan perjuangan penjajahan Italia. Keduanya diperankan Anthony Quinn
dan diproduseri mantan pemimpin Libya, Moammar Khaddafi.
Kebesaran
islam juga memuat kepincut banyak sineas Hollywood. Film The Message di remake versi Hollywood lewat The Messenger of Peace (2011). Tidak main-main, filmnya diproduseri
oleh orang yang sama yang memproduseri film The
Matrix dan Lord of the Rings: The
Return of the King. Dia adalah Barrie Osborne. Dia rela mengeluarkan bujet
150 juta dolar AS untuk film yang menceritakan kelahiran Islam dan kehidupan
Rasulullah Muhammad SAW yang sarat dengan nilai-nilai Islam, seperti toleransi
dan kasih sayang.
"Film
ini bukan film tentang perpecahan dan konflik, tapi berfokus pada kekayaan
nilai-nilai yang dikenal semua muslim," ujar sutradara film tersebut,
Oscar Zoghbi yang juga terlibat dalam pembuatan film The Message.
Film yang
disulihsuarakan dalam sejumlah bahasa diharapkan bisa membantu menjembatani
jurang yang dalam antara dunia Islam dan masyarakat Barat, pasca peristiwa
9/11.
Sutradara
non muslim lain yang kepincut kebesaran Islam adalah Ridley Scott. Dia membuat
film kolosal Kingdom of Heaven (2005)
yang berbasis pada kisah Perang Salib (Perang Sabil) di Yerusalem. Ada juga
Journey to Mecca (2009) karya sineas Amerika Bruce Neibaur yang menceritakan
petualangan Ibnu Battuta menuju Mekkah ini bahkan menjadi film Islam pertama
dalam format IMAX. Atau film dari Prancis Le
Grand Voyage (2004) atau “Ar-Rihlatul Akbar” (Perjalanan Agung) yang
menjadi salah satu film terbaik dunia yang mengisahkan perjalanan seorang ayah
bersama anak lelakinya menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dengan
bermobil menempuh 5.000 kilometer dari Prancis menuju Tanah Suci.
Sineas
Indonesia pun memproduksi film yang merayakan kebesaran Islam. Beberapa contoh
diantaranya Sang Pencerah (2010)
karya Hanung Bramantyo yang mengungkapkan sosok Ahmad Dahlan sebagai pendiri
Muhammadiyah, dan Sang Kyai (2013)
karya Rako Prijanto yang bercerita mengenai KH Hasyim Asy'ari. (Noni Arnee)