Pages

Senin, 01 Oktober 2012

Kedamaian Misterius di Ratu Boko

Petualangan sejarah bisa diawali dari ketidaksengajaan. Seperti yang dilakukan penyanyi kondang Trie Utami ketika melakukan pemotretan di sebuah situs purbakala dan merangkumnya dalam sebuah buku fotografi “Abhayagiri Keraton Ratu Boko-Matahariku Rembulan”

Buku  “based on” sejarah ini bercerita misteri dan pesona Candi Ratu Boko melalui penyajian prosa dan fotografi yang dikemas unik dan eksotis sehingga mampu menggugah rasa penasaran untuk mengulik sejarah situs purbakala yang berada di selatan Candi Prambanan ini.

Buku inilah yang menuntun Saya menuju perjalanan menikmati kesejukan dan keindahan senja di Ratu Boko, sebuah situs  bernilai sejarah tinggi di bukit Boko.

***
Meski tak setenar  Candi Borobudur atau Prambanan, situs Ratu Boko memiliki keunikan tersendiri. Tidak hanya pesona panorama dari ketinggian tapi juga arsitektur berbeda ditiap bangunan yang hingga kini menyimpan tanda tanya.

Situs  Ratu Boko terletak diatas bukit Boko, sekitar 18 kilometer timur Kota Yogyakarta diantara  desa Dawung dan Sambirejo. Lokasinya mudah dijangkau, hanya berjarak lebih kurang tiga kilometer arah selatan Candi Prambanan. Selain menggunakan kendaraan pribadi, paket wisata Prambanan Boko dengan fasilitas shuttle bus menjadi alternatif transportasi yang bisa dipilih menuju ke tempat ini. Atau  menggunakan ojek dari terminal Prambanan.

Suara rekaman dari pengeras suara bercerita tentang sejarah situs Ratu Boko menggema disekeliling membuat Saya tak sabar memasuki “kediaman” Rakai Panangkaran ini. Saya langsung membeli tiket seharga Rp 10 ribu. Berbeda ketika berkunjung di Candi Borobudur atau Prambanan, pengelola rupanya cukup jeli menangkap peluang dari wisatawan dengan mengenakan charge lima ribu rupiah untuk sebuah kamera yang saya bawa.

Dari petunjuk pintu masuk di samping batu berundak, Saya berjalan sepanjang 100 meter menuju bangunan.  Disisi kanan nampak lima ekor rusa tengah asyik merumput menjadi “among tamu” wisatawan memasuki gerbang utama.



Situs Ratu Boko terdiri atas beberapa kelompok bangunan yang  saat ini hanya berupa reruntuhan. Sepintas memang tidak menarik, tapi sebagai sebuah bangunan peninggalan, situs Ratu Boko memiliki keunikan dibanding peninggalan lain. Bukan candi atau kuil, sesuai namanya situs ini menunjukkan ciri-ciri sebagai tempat tinggal.

Situs diatas areal seluas 250ribu meter persegi  yang terletak diketingian 196 meter di atas permukaan laut terbagi menjadi empat, yaitu bagian tengah yang terdiri dari bangunan gapura utama, lapangan, Candi Pembakaran, kolam, batu berumpak, dan Paseban. Bagian tenggara meliputi Pendopo, Balai-Balai, tiga candi, kolam, dan kompleks Keputren. Sementara disisi timur terdapat kompleks gua, Stupa Budha, dan kolam. Sedangkan bagian barat hanya berupa perbukitan.

Dua buah gapura tinggi nan megah didepan Saya ini menjadi pintu gerbang utama. Gapura pertama memiliki tiga pintu gerbang yang saling berdekatan, bagian tengah yang besar berada diantara dua gerbang pengapit yang membujur dari utara ke selatan. Di gerbang ini terdapat tulisan 'Panabwara'. Berdasarkan prasasti Wanua Tengah III, ini adalah tulisan dari  Rakai Panabwara, (keturunan Rakai Panangkaran) yang mengambil alih istana untuk melegitimasi kekuatan. Sedangkan  gapura kedua yang berada di belakangnya memiliki lima pintu, sama seperti sebelumnya tapi diapit empat gerbang.

gapura utama


Menoleh kearah kanan, bangunan Candi Pembakaran nampak tengah direnovasi. Candi itu berbentuk bujur sangkar dan memiliki dua teras digunakan untuk pembakaran jenasah. Tak jauh dari situ terdapat sebuah batu berumpak dan sumur. Konon, sumur tersebut bernama Amerta Mantana (air suci yang diberikan mantra) diyakini masyarakat setempat  dapat membawa keberuntungan. Kini, airnya masih digunakan umat Hindu untuk Upacara Tawur agung karena dipercaya dapat mensucikan diri kembali dan mengembalikan harmoni bumi isinya. Kalau ingin melihat prosesi upacara pengambilan air ini biasanya pengunjung datang kesini sehari sebelum Nyepi. Sedangkan disebelah barat gerbang utama terdapat sebuah benteng yang terbuat dari batu kapur (Temple of Limestone).

Setelah puas berkeliling, penyusuran saya lanjutkan ke bagian kedua disisi tenggara. Disini  terdapat sisa peninggalan berupa Pendopo (Ruang Pertemuan) dengan panjang 20 meter yang dikelilingi pagar dengan tangga di tiga gerbang beratap disebelah utara, selatan, dan barat.

Mungkin saja dari sini Rakai Panangkaran memantau aktivitas permaisuri dan putrinya. Pasalnya, dari atas Pendopo ini, pemandangan komplek pemandian yang berada di sisi timur dapat terlihat jelas meski dikelilingi pagar tinggi.  Ada tiga kolam yang terpisahkan gerbang. Dua di antaranya memanjang dari utara sampai selatan, dan satu kolam lainnya terdiri dari delapan kolam bundar.

Di teras ini, juga terlihat sisa-sisa bangunan diantara reruntuhan gerbang dan landaian yang disebut Paseban (Ruang Resepsi) yang membujur dari utara ke selatan dan Keputren (tempat tinggal putri).
Sebenarnya, masih banyak sisa reruntuhan di Ratu Boko yang bisa ditelusuri. Seperti Gua disisi timur. Gua Wadon (Female Cave) dan Gua Lanang (Male Cave) yang didepannya terdapat sisa sebuah kolam dan temuan tiga stupa yang merupakan Aksobya, salah satu Pantheon Budha.



***
Sebagai sebuah peninggalan bersejarah, Ratu Boko meninggalkan banyak temuan. Keramik, artefak lima fragmen prasasti berhuruf Pranagari dan berbahasa Sansekerta, tiga prasasti berhuruf Jawa Kuno dalam bentuk Syair Sansekerta, Arca Hindu (Durga, Ganesha, Garuda, lingga, dan yoni), dan Buddha (tiga Dhyani Buddha yang belum selesai) serta prasasti Siwagraha yang menceritakan peperangan antara Raja Balaputradewa dan Rakai Pikatan.

Namun, begitu banyak dan beragamnya sisa kepingan sejarah ditempat ini masih sulit direkatkan hingga sekarang, karena tidak ada prasasti yang secara eksplisit menterjemahkan fungsi setiap bangunan. Persepsi dan temuan tetap membuat sejarah Boko sulit terpecahkan.

Beberapa temuan hanya mencatat Ratu Boko dibangun abad ke-8 Masehi. Ini berdasarkan prasasti Abhayagiri Vihara beraksara pranagari ditahun 746-784 Masehi yang menyebutkan bahwa Raja Tejapurnama Panangkarana, yang diperkirakan adalah Rakai Panangkaranlah (keturunan Wangsa Syailendra) yang membangun tempat ini. Menurut para pakar, Abhayagiri Vihara (berarti biara di bukit yang penuh kedamaian)  didirikan untuk tempat menyepi dan memfokuskan diri pada kehidupan spiritual.
Temuan ini mengingatkan Saya pada tulisan Trie Utami yang menuliskan pesona Abhayagiri atau bukit yang penuh kedamaian dan menyimpan kisah luhur yang di dalamnya tersembunyi sebuah kisah  Rakai Panangkaran yang mengajarkan "Boddhicitta", sebuah ajaran yang dibawa Atisha sampai ke Tibet dan masih diajarkan Dalai Lama kepada para bhiksu hingga kini. 

Meski periode berikutnya, Abhayagiri Vihara difungsikan sebagai Keraton Walaing oleh Rakai Walaing Pu Khumbayoni yang beragama Hindu. Tidak mengherankan bila unsur Hindu dan Budha bercampur di bangunan ini.

Arkeolog asal Belanda, HJ De Graaf yang menemukan Situs Ratu Boko pertama kali di abad ke-17. Van Boeckholtz menemukan kembali reruntuhan bangunan kuno ini tahun 1790 hingga  seratus tahun kemudian, FDK Bosch mengadakan penelitian dan mempublikasikan dalam tulisan berjudul Keraton Van Ratoe Boko
Kata keraton berasal dari kata Ke-Ratu-an yang artinya istana atau tempat tinggal raja, sedangkan Boko berarti bangau. Namun hal ini juga tak menjelaskan siapa sebenarnya raja Bangau, apakah penguasa pada zaman itu, atau ini merupakan  istana Ratu Boko, ayah Lara Jonggrang, atau nama burung dalam arti sebenarnya yang dahulu sering hinggap di kawasan perbukitan Ratu Boko? Entahlah…

Yang jelas, senja di bukit Boko yang dipadu Panorama Kota Yogyakarta dan Candi Prambanan ini tak kalah menakjubkan dengan cerita yang melingkupinya.

****



Momen Abadi dibalik Eksotika
Sore itu, sesosok perempuan bergaun ungu menapaki tangga berundak menuju Situs Ratu Boko. Tangan kanannya memegang buntut gaunnya yang menjuntai panjang. Sesekali ia melempar senyuman kepada laki-laki berjas hitam disampingnya. Sementara beberapa orang mengiringi dibelakang  dengan membawa peralatan fotografi dan baju ganti.

Tak lama kemudian dibagian tenggara Situs Ratu Boko, tepatnya di komplek Pemandian, sejoli itu tanpa canggung tengah beradu mesra didepan jepretan kamera sang fotografer dan pengarah gaya.
Rupanya mereka tengah melakukan sesi pemotretan untuk foto  Pre-wedding. Suasana old-fashion begitu kental terasa. “Saya suka karena pemandangannya bagus dan bangunannya unik, makanya kami ingin mengabadikan foto pre-wedding disini,” jelas mereka beralasan.

Meskipun kini tinggal reruntuhan, eksotika Situs Ratu Boko yang memberikan kesan special dan romantis mistis ternyata tidak hanya mengundang pesona untuk dinikmati, tapi juga diabadikan dalam momen tak terlupakan seperti yang dilakukan sepasang calon pengantin asal Yogyakarta itu.

pre-wed


Tidak hanya sesi pemotretan Pre-wedding saja, Objek Wisata Ratu Boko menyediakan berbagai fasilitas pendukung di  Plaza Andrawina.  Selain restoran, tempat ini juga multifungsi untuk berbagai kegiatan seperti gathering, ulangtahun, pesta pernikahan, malam keakraban, atau temu relasi. Panggung terbuka berkapasitas 500 orang ini juga berfungsi sebagai gardu pandang untuk menikmati panorama alam nan indah Kota Yogyakarta yang dibelah sungai Opak dan Candi Prambanan dengan gunung Merapi  sebagai latar belakangnya.

Pengelolaan objek wisata Situs Ratu Boko memang cukup diacungi jempol dengan menawarkan berbagai paket wisata edukasi kepada wisatawan. Diantaranya paket petualangan budaya dengan merasakan Boko Camping di bumi perkemahan terasering dan Boko Trekking dini hari untuk menyaksikan out standing views of silk sunrise di bukit Boko.
Sementara wisatawan yang berminat khusus pada arkeologi, pengelola juga menyediakan beberapa alternatif kegiatan berunsur edukasi seperti  paket Boko eskavasi (penggalian), restorasi (perbaikan) dan konservasi (perawatan).

Memang, gabungan pemandangan alam dan peninggalan masa lampau membuat Situs Ratu Boko layak masuk daftar tempat wisata yang patut dikunjungi.
(Non)



Tidak ada komentar: