Pages

Kamis, 19 Desember 2013

Masa Lalu tak mati-mati





Steven Spielberg butuh waktu 12 tahun  untuk menghidupkan kisah Lincoln dalam sebuah film drama sejarah. Tapi jangan salah, ketertarikannya terhadap salah satu presiden Amerika Serikat yang paling dihormati ini telah dimulai sejak kanak-kanak.

Ya, usianya saat itu lima tahun ketika dia terpikat pada patung raksasa Abraham Lincoln di Lincoln memorial. Momentum itu membuat sutradara kawakan itu melakukan studi tentang Lincoln dan terobsesi menghadirkan sosoknya yang "sesungguhnya". Sosok yang tidak hanya seorang negarawan tapi juga pemimpin militer, suami, dan seorang ayah. Demi hal itu, dia bahkan menunda produksi film Robopocalypse yang dijadwalkan produksi awal tahun lalu.

“Setelah membaca banyak buku mengenai dia, saya mantap bahwa ada kesempatan untuk menceritakan sebuah segmen hidupnya pada penonton film,"ucapnya.

Selain karya futuristik, Steven Spielberg memang sangat mencintai sejarah. Ini terbukti banyak filmnya yang mengangkat kisah masa lalu. Sebut saja Empire of the Sun, Schindler’s List, Saving Privat Ryan, atau Amistad. Jadi wajar saja, dia sangat mumpuni menggarap film berlatar sejarah.
Film Lincoln bercerita mengenai biografi mantan presiden Amerika Serikat itu. Setelah sempat dipaksa masuk ke genre horor oleh sutradara Tim Burton dalam film Abraham Lincoln: The Vampire Hunter, akhirnya tokoh besar ini berhasil diapresiasi oleh Steven Spielberg dalam film drama yang megah.

Sutradara Jurastic Park itupun kemudian merealisasikan impiannya dan fokus menghidupkan babak sejarah kisah Lincoln pada empat bulan terakhir menjelang kematiannya sebagai hal monumental dengan mengungkapkan lewat detail cerita dan gambar. Cara Steven Spielberg mengakhiri cerita dalam film Lincoln menggunakan sisi yang berbeda yang mengacu pada buku biografi Tim of Rivals: The Political Genius of Abraham Lincoln, tulisan ahli sejarah Doris Kearns Goodwin (2005).
"Kami tidak akan menunjukkan pembunuhan itu, karena fokus film akan berubah.” 

Tak hanya itu, perjuangan Steven Spielberg untuk proyek film yang telah dilakukan sejak 2003 silam dan mempercayakan  salah satu aktor terbaik Inggris Daniel Day Lewis cukup berliku karena sang aktor selalu menolak saat  untuk memerankan sang presiden. 

"Jika Day-Lewis juga menolak, maka saya tidak akan membuat film ini," ujar Sutradara berusia 65 tahun ini seperti dilansir dari Indiewire.
**


Ya, kekhawatiran Daniel Day-Lewis sangat beralasan. Peraih dua piala Oscar lewat film-nya My Left Foot dan There Will Be Blood mengaku tidak percaya diri dengan kebesaran Presiden Lincoln. “Saya tidak dapat memainkan Abraham Lincoln. Bagaimana jika saya gagal? Saya tidak ingin memudarkan citranya,” ungkap Daniel.

Menarik, dengan memerankan Lincoln, Day-Lewis mengikuti jejak aktor Inggris lain dalam memerankan tokoh besar seperti Anthony Hopkins telah memerankan John Quincy Adams dalam Amistad pada tahun 1997 dan Richard Nixon di tahun 1995 dalam film boografi Nixon. Begitu juga Michael Gambon memerankan  Lyndon B Johnson dalam Path to War, dan Kenneth Branagh memerankan Franklin D Roosevelt di film Warm Springs.

Dan pilihan Steven memang tak salah. Daniel Day-Lewis mampu ‘’menghidupkan’’ kembali  sosok Presiden Amerika Serikat ke-16 itu sejak di adegan pertama dengan sempurna. Gaya bicara, sosok tinggi tegap dengan jalan gontai, bahkan ketika adegan penuh canda plus make-up sangat pas membuat seolah-olah Lincoln hadir di hadapan kita.

Dan keseriusan Spielberg berbuah. Filmnya  meraih 12 nomine pada The Academy Awards 2013, diantaranya, Film Terbaik, Sutradara Terbaik dan  Aktor Terbaik. Begitu pula Sally Field dan Tommy Lee Jones menjadi kandidat Aktor Pendukung Terbaik, sementara penulis Tony Kushner mendapat nominasi Naskah Adaptasi Terbaik.

Tapi, tak hanya Steven Speilberg, sutradara dan penulis skenario Quentin Tarantino pun tahun ini tergoda untuk mengangkat tema sejarah perbudakan Amerika Serikat lewat film koboi teranyarnya berjudul Djanggo Unchained. Sebuah film yang berkisah tentang balas dendam dan pertumpahan darah dalam konflik rasial di abad ke-19.

Namun, terlepas dari siapa pemenang ajang penganugerahan Oscar yang bakal digelar pada 24 Februari mendatang, kisah-kisah masa lalu itu ternyata terus hidup dan mampu menjadi sebuah karya yang fenomenal. Masa lalu, setidak-tidaknya sebagai tema film, memang tak mati-mati. (Noni Arnee)

Publis di Rubrik Rileks Suara Merdeka Edisi Minggu  13 Januari 2013

Lincoln Official Trailer #1 (2012) Steven Spielberg Movie HD 


 http://www.youtube.com/watch?v=KJVuqYkI2jQ

Notes:
Daniel Day Lewis meraih penghargaan Aktor Terbaik  dalam Oscar 2013- "Lincoln"
Film ini seolah menjadi kado ulang tahun Lincoln ke-204.
Pesona Presiden Lincoln terbukti dengan tujuh ribu lebih buku tentang Abraham Lincoln.
Pesan dari film Lincoln membuat orang semakin belajar memahami Lincoln, merasakan kehangatannya, rasa cintanya terhadap kemanusiaan, dan moralnya yang tinggi untuk mengubah sejarah dan menyelamatkan orang-orang dari perbudakan.
Sepenggal kisah kehidupan Lincoln ini tertentu merupakan esensi dari segalanya. Ini memberikan wawasan menarik tentang kehidupan keluarga, kehidupan emosional, dan politiknya. Unsur ketegangan, drama, dan krisis yang touching.

Kamis, 31 Oktober 2013

Cinta dari Wamena

remember the moments when i was in the land of paradise

they alway call you to be back again....and i believe it!

fly to Wamena...





stay at Baliem Pilamo..its very comfortable place..


they call it taxi...used this "cap" to drift to cartenz pyramid






u see...its honai, n look at how they care of the family




I was met Pastor Frans Lashout OFM...he talk a lot bout the history of Wamena

Hipere...n it very delicious. defferent the "hipere" in Java. "lol"



one of the best coffee in the world..Wamena coffee..


Rabu, 07 Agustus 2013

Kebesaran Islam dalam Sinema




Masih segar dalam ingatan ketika film kontroversial Innocence Of Muslims (2012) yang menyuguhkan penghinaan terhadap islam menghebohkan publik hingga membuat  umat muslim di penjuru dunia termasuk Indonesia naik pitam.
Dan protes yang berbuntut pencekalan serta penutupan akses video sharing Youtube yang mengunggah film itu pun seolah “menenggelamkan” kisah Sultan Muhammad II Al-Fatih menaklukkan Istanbul (Konstantinopel). 

Fetih 1453 Trailer :

Ya, sang sultan adalah seorang pemimpin tangguh ahli bidang strategi perang, sains, matematika bersama gurunya Syaikh Aaq Syamsudin, dan  tangan kanannya Halil Pasha dan Zaghanos Pasha yang merencanakan penyerangan ke jantung dunia di Konstantinopel dengan berbekal 150 ribu pasukan dan meriam. Itu  dikisahkan dengan apik di film berjudul Fetih 1453 (2012).

Padahal film sejarah epik garapan sutradara Faruk Aksoy yang dirilis pada tahun yang sama ini merupakan film termahal sepanjang sejarah perfilman Turki yang menelan biaya hingga 17 juta dolar AS. Filmnya tersebar di Mesir, Turki, Uni Emirat Arab, Kazakstan, Ajerbaizan, Inggris, Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Georgia, Macedonia, dan Rusia.

Film heroik yang diproduksi hingga dua tahun ini dikerjakan secara kolosal, mirip dengan film Troy, Gladiator, 300, The Patriot, Clash of the Titans, dan Lord of the Ring.
Tapi, Fetih 1453 bukanlah film sejarah Islam pertama. Sebelumnya banyak sutradara asal Negara di Timur Tengah, atau  Hollywood yang tertarik mengangkat kisah sejarah Islam dalam film. Juga bukan film yang dipuji secara internasional yang mengangkat kultur islam.

Banyak sekali film berkualitas yang diproduksi oleh negea-negara yang berkultur islam. Dari sisi kualitas, sineas Iran cukup mumpuni. Ini terrbukti ketika ajang Academy Award 2012 mengganjar film Iran A Separation untuk kategori film berbahasa asing terbaik. Sineas Majid Majidi juga pernah menghasilkan film dengan kisah sehari-hari tapi dengan kualitas internasional. Sebut saja karyanya : Children of Heaven (1997).


Dari negara berkultur Islam lain, sineas Suriah Basel al-Khatib pun unjuk gigi lewat film Marian (2013) dan berhasil menyabet penghargaan Film Arab di Festival Film Internasional ke-4 di Kota Al-Dakhla, Maroko dan sudah dialihbahasakan ke dalam beberapa bahasa. Film itu bercerita tentang nasib tiga wanita bernama Mariam yang menghadapi berbagai aspek kehidupan perang pada waktu yang berbeda.
Dari Turki, ada Mehmed Tanrisever yang membuat Hur Adam (2011), yang mengisahkan biografi Bediuzzaman Said Nursi, filsuf Islam asal Turki dan berdarah Kurdi. Sosok kontroversi itu juga pernah dibuat versi film animasinya lewat Allah'in Sidik Kurlu : Barla (2011).

Sineas Hollywood
Jauh sebelumnya, ada The Message (1977), film Islam asal Libya garapan sutradara Moustapha Akkad yang sukses memikat dunia dengan menyuguhkan cerita sosok Nabi Muhammad SAW ketika berjuang menyebarkan Islam sebagai agama baru. Itu diikuti film lain berjudul Lion of the Desert (1981) yang menceritakan perjuangan penjajahan Italia. Keduanya diperankan Anthony Quinn dan diproduseri mantan pemimpin Libya, Moammar Khaddafi.

Kebesaran islam juga memuat kepincut banyak sineas Hollywood. Film The Message di remake versi Hollywood lewat The Messenger of Peace (2011). Tidak main-main, filmnya diproduseri oleh orang yang sama yang memproduseri film The Matrix dan Lord of the Rings: The Return of the King. Dia adalah Barrie Osborne. Dia rela mengeluarkan bujet 150 juta dolar AS untuk film yang menceritakan kelahiran Islam dan kehidupan Rasulullah Muhammad SAW yang sarat dengan nilai-nilai Islam, seperti toleransi dan kasih sayang.

"Film ini bukan film tentang perpecahan dan konflik, tapi berfokus pada kekayaan nilai-nilai yang dikenal semua muslim," ujar sutradara film tersebut, Oscar Zoghbi yang juga terlibat dalam pembuatan film The Message.

Film yang disulihsuarakan dalam sejumlah bahasa diharapkan bisa membantu menjembatani jurang yang dalam antara dunia Islam dan masyarakat Barat, pasca peristiwa 9/11.

Sutradara non muslim lain yang kepincut kebesaran Islam adalah Ridley Scott. Dia membuat film kolosal Kingdom of Heaven (2005) yang berbasis pada kisah Perang Salib (Perang Sabil) di Yerusalem. Ada juga Journey to Mecca (2009) karya sineas Amerika Bruce Neibaur yang menceritakan petualangan Ibnu Battuta menuju Mekkah ini bahkan menjadi film Islam pertama dalam format IMAX. Atau film dari Prancis Le Grand Voyage (2004) atau “Ar-Rihlatul Akbar” (Perjalanan Agung) yang menjadi salah satu film terbaik dunia yang mengisahkan perjalanan seorang ayah bersama anak lelakinya menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dengan bermobil menempuh 5.000 kilometer dari Prancis menuju Tanah Suci. 


Sineas Indonesia pun memproduksi film yang merayakan kebesaran Islam. Beberapa contoh diantaranya Sang Pencerah (2010) karya Hanung Bramantyo yang mengungkapkan sosok Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah, dan Sang Kyai (2013) karya Rako Prijanto yang bercerita mengenai KH Hasyim Asy'ari. (Noni Arnee)

Senin, 08 Juli 2013

The Lone Ranger : Dongeng dari Old West



Setelah Batman, Spiderman, Ironman, dan Superman, satu lagi pahlawan ikonik Amerika hadir menghiasi bioskop di musim panas ini. Bukan dengan kepiawaian terbang atau kecanggihan teknologi robot yang menyatu dengan otak manusia. Tapi, pahlawan bertopeng dari Old West yang muncul dengan kuda stallion putih bernama silver dan  Ke-mo sah-bee (kawan yang sangat dipercaya) berkulit merah.

Ya, itulah karakter legenda Lone Ranger, yang bermula dari kisah drama radio era 1933 di radio WXYZ yang diadopsi serial televisi populer hingga sewindu (1949-1957) dan dibawa ke layar lebar di tahun 1956 dan 2003 silam.

Setelah satu dekade, aksi Texas Ranger John Reid dan Tonto dihidupkan kembali oleh duet Gore Verbinski dan Jerry Bruckheimer (sutradara dan produser Pirates of the Caribbean) lewat kisah fiksi klasik The Lone Ranger.


Film yang bercerita tentang transformasi  seorang Ranger menjadi pahlawan bertopeng dengan julukan The Lone Ranger  bersama pejuang asli Amerika bernama Tonto untuk menegakkan keadilan .
Dalam versi radio, nama George Seaton, Earle Graser, dan Brace Beemer begitu populer. Pun dengan versi layar kaca yang mengorbitkan nama Clayton Moore sebagai Lone Ranger, dan sosok Tonto lewat peran John Todd, Roland Parker, dan Jay Silverheels.

Tapi versi film terbaru yang dirilis rabu (3/7) di bioskop ini, betul-betul berbeda dari versi sebelumnya. Selain efek visual memukau ala LucasArts, di film dengan biaya 260 Juta dollar AS ini lebih menonjolkan sosok Tonto ( dimainka Johnny Depp), ketimbang  sang tokoh utama The Lone Ranger (dimainkan Armand Douglas Hammer atau Armie Hammer).

Dalam “dongeng dari Old West” kali ini, sutradara Gore Verbinski sengaja memasang Tonto lebih dari sekadar mitra sang hero. Lelaki  Indian itu menjadi narator  yang mengajak penonton mendapatkan kisah awal mantan penegak hukum John Reid menjadi  seorang legenda Lone Ranger yang muncul untuk melawan ketidakadilan dan kejahatan  di tahun 1869 dalam petualangan seru  nan kocak .

Ini terlihat dalam adegan awal ketika Tonto memimpin pertarungan berbahaya di kereta berjalan, saat melarikan diri dari penjahat, sementara sang pahlawan bertopeng, menjelma menjadi sosok naif yang tidak sadar dalam bahaya.

"Cerita itu sudah diketahui orang banyak, tapi kami belum pernah mendengarnya dari sosok yang ada di lokasi. Ini bukan sejarah yang diceritakan dari stasiun radio, studio film, atau jaringan Anda, tapi ini diceritakan dari Tonto dan kenangan dan ingatannya yang mungkin saja dipertanyakan ," ujar Gore Verbinski  yang mengaku  punya “banyak pintu” untuk mendongeng tanpa mengubah elemen inti seperti topi putih dan topeng keadilan, Silver dan peluru perak.

"Saya membuat tokoh Tonto sebagai sosok pendamping,  narator atau penghantar cerita, sekaligus membuka pintu ke banyak cerita lainnya.”

Fantasi Kelam
Tak hanya itu,  The Lone Ranger dibuat dengan ciri khas film fantasi kelam bergaya dark  yang menjadi cirri khas Verbinksi. Itu kita lihat juga pada film garapannya The Ring dan tiga film pertama Pirates of the Caribbean.

Untuk merepresentasikan dan menghidupkan Tonto, lagi-lagi Verbinski memilih aktor mahal Hollywood Johnny Deep yang konon memiliki darah suku asli Amerika yang tahun lalu menjadi anggota  kehormatan suku Indian Comanche di Albuquerque, New Mexico dan menjabat marshal besar Comanche di Oklahoma.
"Sejak kecil, aku melihat seri Lone Ranger di televise dan aku selalu mengaguminya. Aku suka Jay Silverheels. Opini mengenai penduduk asli Amerika telah lama salah dipahami dalam sejarah perfilman. Jadi menurutku film ini adalah kesempatan yang tepat untuk membalikkan presepsi tersebut dalam benak penonton," ungkap Johnny Deep seperti dikutip Digital Spy.

Pesona Depp dalam The Lone Ranger memang dominan tapi tanpa “mengurangi” pamor bintang utama aktor pendatang baru Armie Hammer ( bermain dalam The Social Networks). Sejumlah bintang papan atas Hollywood juga terlibat seperti Tom Wilkinson (Batman Begins), William Fichtner (The Dark Knight), James Badge Dale (Iron Man 3), dan Helena Bonham Carter (Dark Shadows, Les Misérables).

Film koboi termahal ini juga semakin lengkap dengan latar replica kota Old West yang dibuat semirip aslinya. Lihat misalnya terowongan dan jalur kereta sepanjang 200 kaki dengan dua kereta api seberat 250 ton lebih. Dan meninggalkan penggunaan teknik komputer CGI atau miniatur untuk adegannya.


"Film ini adalah kisah epik dan saya tidak ingin membuatnya terlalu indah dan terlalu cantik. Kita semua tahu bagaimana bentuk kereta dan kuda, jadi saya ingin menangkap gambar kereta dan kuda dan melakukannya dengan cara kuno,” ungkap sang sutradara.

Cara inilah yang membuat proyek film The Lone Ranger  yang seharusnya selesai diproduksi dua tahun lalu tersendat karena Walt Disney mengencangkan “ikat pinggang” hingga menunda syuting pada Februari tahun lalu dan baru bisa dirilis awal Juli ini.

Menariknya, film ini mengusung kembali tim film mega-blockbuster Disney, Pirates of the Caribbean melalui kolaborasi Johnny Depp, Gore Verbinski, produser Jerry Bruckheimer, penulis skenario Ted Elliott dan Terry Rossio
yang berhasil membawa sekuel film itu menjadi salah satu film terlaris sepanjang masa.

Meski film ini terbantu secara komersil dengan kehadiran Johnny Deep, polesan The Lone Ranger hampir tak memiliki “warna” baru dan lebih terkesan sebagai  kemasan lain Pirates of the Caribbean lewat aksi humor ala Jack Sparrow.

Ya, memang banyak kemiripan. Seperti gaya dan kostum  Indian  dengan wajah bercat putih yang terinsiprasi dari lukisan Kirby Sattler  ini sekilas mirip kapten Jack Sparrow. Pun  dandanan unik dan nyentrik koboi masa lalu untuk disodorkan pada khalayak abad ke-21.

Bagi para penggemar cerita fiksi yang pernah ngetop pada tahun  1940an, The Lone Ranger bak nostalgia. Dan bagi generasi sekarang, ini menjadi cara mengenalkan ikon budaya Amerika. Apalagi ditambah dengan penampilan eksentrik Tonto di sampul depan majalah Rollingstones Amerika edisi Juli, apakah kolaborasi tim The Lone Ranger bisa mengulang sukses  sosok Kapten Jack Sparrow sebagai ikon budaya pop?

-Non- 070713