Pages

Kamis, 11 Februari 2010

Pengantin Lingkungan....

Publish on KBR68H Jakarta
8 Januari'10

Perayaan pernikahan tak harus dengan pesta dan kemewahan. Sebuah ritual kecil penuh makna yang menggabungkan seni dan kecintaan pada lingkungan, bisa menjadi pilihan. Kontibutor KBR68H Noni Arni, menyaksikan bagaimana pengantin Kreo Siningkir di Semarang, Jawa Tengah melakukannya

Suasana Desa Kandri, yang tenang berbeda dari biasanya. Siang itu terdengar tetabuhan gamelan barongan mengiringi sepasang pengantin yang membawa bibit pohon ditangan.

Mereka berjalan tanpa alas kaki sejauh lima ratus meter menyusuri jalan berlumpur menuju calon lokasi Waduk Jatibarang yang ada di kawasan obyek wisata Goa Kreo Gunungpati Semarang.

Puluhan pria berpakaian kera Hanoman dan Buto Pithi atau Raksasa Bangsawan, anak-anak, sesepuh kampung, dan tamu undangan mengiringi kedua mempelai.

Diresepsi pernikahan, pasangan pengantin Amanda Putri Nugrahanti dan Muhnur Karsono, berdiri dibawah terik matahari dikelilingi seratusan tamu yang datang diperhelatan sederhana itu. Pengantin hanya mengenakan kain batik semarangan yang melilit di tubuh.

”Dimas Munhur Putro Karsono dalasan sliramu Amanda Putri, tresnamu sak kororon dimas, tanda tresna Gusti marang sliramu. Cedakke sliramu marang bantolo iki, cedak koyo alam, cedak koyo ning bantolo tresnamu marang Gusti ngger ugo marang garwamu..”

Sejurus kemudian terdengar suara meluncur dari seorang seniman padepokan Kandang Gunung, ”menikahkan” kedua mempelai dengan syair doa untuk kelanggengan mereka diiringi lantunan tembang Asmaradana yang menceritakan tentang cinta dan kesetiaan pengantin.

”Gusti..namung panjenengan kulo nyuwun Gusti,penganten kekalih saget wilujeng, kebak anugerahan, kebah raos welas asih, kebah raos tresno. Mugo kasembadan sedyamu kamulyaning urip bisa kaleksanan, singneksen bumi pertiwi iki.”

Tubuh Pengantin kemudian dilumuri lumpur yang diambil disekitar lokasi proyek sebagai simbol pengingat bahwa manusia akan kembali ke perut bumi.

”e...ngantene teko..e.. nanduro klopo..e.. ngantene teko..yo nandur..buto dijak konco-kocomu rewondo nandur ning wetan kono.”

Kemudian Mas kawin berupa seribu bibit pohon buah dibagikan kepada semua yang hadir untuk ditanam di lokasi yang nantinya tak terendam air waduk, agar pohon buah itu bisa menghidupi ratusan kera liar di sana. Bibit pohon juga dibagikan sebagai sovenir.

“ehh.. Rewondo..Buto..iki ono perintah soko rojone awake dewe, rojo lemah. Ono perintah awakmu kudu nandur wit-witan mergo ndunyo kentean wit.”

Dalam prosesi pernikahan juga dimainkan teatrikal lakon ’Kreo Siningkir’. Lakon yang bercerita tentang keresahan dan tersingkirnya kera-kera liar di sekitar kawasan Goa Kreo karena kehilangan sumber pangan. Tempat hidup mereka akan berubah menjadi lokasi Waduk Jatibarang.

”Tulung karo nganten munggah buldoser ngeculke barang sing nyaris ra ono. Saiki tugasmu balikke keseimbangan Tulung alap-alap kae di culke sing wis suwe di openi uwong. Elang eling,.elang eling,elang..eling...hooo..

Prosesi puncaknya, dari atas buldoser di lokasi proyek, pasangan pengantin melepas elang jawa sebagai simbol keseimbangan alam.

Tamu undangan bergiliran memberi ucapan selamat dengan mengguyur lumpur di badan dan di kaki mempelai.

Resepsi pengantin Kreo Siningkir itu ditutup dengan jamuan makan hidangan khas desa dibawah pohon rindang. Gendar pecel , es dawet, aneka camilan dari ketela, dan buah rambutan hasil kebun warga.

Ide menggelar resepsi dikemukakan mempelai wanita, Amanda Putri.
”Kami memang menginginkan konsep yang sederhana dan ramah lingkungan dan ternyata itu di apresiasi positif temen-temen Kandang Gunung. Dan jadi semua meminimalkan sampah terutama sampah plastik .”

Ketertarikan dan kepekaan untuk mengusung isu –isu lingkungan dikehidupan kedua pengantin ini tidak terlepas dari keprihatinan terhadap kondisi lingkungan di kawasan Goa Kreo. Mempelai pria, Munhur Putra Karsono mengatakan alasannya.

”Pesan yang sangat bermakna yaitu kita harus melihat bahwa perubahan iklim yang sangat drastis . Kita akan menyampaikan bahwa kita minimal tidak merusak lingkugan, kita minimal bisa menyumbang pohon untuk menghasilkan oksigen.”

Perhelatan pernikahan yang digelar secara sederhana pernikahan di lokasi mega proyek milik pemerintah kota Semarang. Proyek program pengendali banjir dengan dana 1,7 trilyun rupiah hasil kerjasama dengan Japan Bank for In ternational Cooperation dan pemerintah pusat.

Novi, tamu undangan pun terkesan dengan resepsi pernikahan mereka.

” Memberikan inspirasi yang baik, kita bisa lebih cinta lingkungan karena ya dibuktikan dengan..ini dapet pohon, istilahnya buat sovenir ya..ini kan nanti buat penghijauan. Namanya pohon itu juga banyak manfaatnya.”

Sebuah acara resepsi pernikahan yang menginspirasi untuk menggali kearifan lokal dan keseimbangan alam.

Dan dari jauh terdengar sayub-sayub tetabuhan gamelan barongan menyeruak diantara suara buldoser dilokasi proyek

Laporan ini disusun kontributor KBR68H di Semarang, Noni Arni

Tidak ada komentar: