Pages

Tampilkan postingan dengan label ekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ekonomi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 Agustus 2009

Millenium Development Goal (1)





Beseitigung Von Armut und Hunger

Publish on Radio International Jerman Deutsche Welle/Program Indonesia
Noni Arnee

Indonesia termasuk salah satu negara yang tahun 2000 silam menandatangani Millenium Development Goals. Sasaran pertama pembangunan global ini, adalah sampai tahun 2015 mengurangi separuh jumlah penduduk miskin di dunia. Agar dapat merealisasinya di nusantara, pemerintah Indonesia menitik beratkan upaya-upaya yang mendorong penciptaan peluang kerja. Salah satunya, dengan membantu perkembangan sektor industri.
Tapi tidak hanya itu. Sejumlah upaya ditujukan langsung kepada masyarakat miskin dan juga masyarakat di pedesaan. Misalnya, penggairahan kembali sektor pertanian. Selain itu, pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah.
Sudah sejauh manakah pencapaian untuk menghapus tingkat kemiskinan sesuai Target Pembangunan Milenium, MDG. Saya Noni Arni Koresponden DW di Jawa Tengah melaporkan.

Kampung Mlati baru, di Semarang Jawa Tengah adalah satu dari 48 ribu desa miskin di Indonesia. Banyak warganya tinggal di rumah berukuran 3 kali 8 meter, yang bersekat pemisah dari kayu triplek. Sebagian penduduknya bekerja sebagai buruh serabutan, dengan upah harian sebesar 25 ribu rupiah dan harus menanggung 2 anak. Uang sebesar itu, biasanya hanya cukup untuk makan dan ongkos anak yang masih duduk di sekolah dasar.
Pendapatan harian warga ini masih diatas patokan kategori miskin dari Badan Pusat Statistik yang untuk biaya pengeluaran makan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan pengeluaran lainnya hanya 5.500 rupiah perhari. Lebih rendah dari kategori kemiskinan absolut Bank Dunia, yang batasannya hidup dengan pendapatan dibawah 1 US Dollar per hari. Namun dengan biaya hidup yang terus meninggi, warga belum hidup layak.

Tahun 2007, tingkat kemiskinan nasional turun menjadi 16,5 persen, begitu ungkap jubir Bappenas terkait pencapaian MDG di Indonesia. Namun di Jawa Tengah, angka kemiskinan di tahun yang sama berada di atas angka rata-rata nasional, berkisar pada 20 persen.
Dalam kondisi terburuk, angka kemiskinan di Jawa Tengah mencapai hampir 40 persen. Menurunkan angka kemiskinan pasca kenaikan harga BBM dari 40 persen menjadi 20 persen, ini sebuah prestasi bagi Jawa Tengah.
Karena itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda Jateng, Slamet Budi Prayitno mengharapkan, bisa menurunkan angka kemiskinan antara 1-3 persen pertahunnya. Dengan begitu sampai tahun 2015, target MDG Jawa Tengah menurunkan angka kemiskinan minimal 11,5 persen bisa tercapai. Slamet Budi Prayitno menjabarkan Kebijakan Pokok Penanggulangan Kemiskinan di Jawa Tengah

“ada 3 pendekatan baik yang dibiayai pemerintah, yang pertama masyarakat yang miskin karena tua, cacat tetap, kita prioritaskan untuk mendapat bantuan langsung tunai. Kedua, masyarakat yang usianya produktif tapi miskin. Masyarakat ini diberikan berbagai pendidikan ketrampilan untuk menopang hidupnya sendiri, biasanya diberikan bantuan stimulan modal untuk mulai melakukan usaha. Yang ketiga masyarakat miskin produktif yang sebenarnya mempunyai ketrampilan tapi lama nganggur.”

Di Jawa Tengah, dana APBD untuk penanggulangan kemiskinan 5 tahun terakhir terus meningkat. Dari 4,5 milyar rupiah pada tahun 2003, naik hingga 327 milyar rupiah di tahun 2007. Menurut Slamet Budi Prayitno, agar lebih efektif, penggunaan dana itu difokuskan untuk perluasan kesempatan kerja dan usaha. Dana bergulir yang sudah dikucurkan ke masyarakat dari 2006 hingga 2008 mencapai 60 milyar rupiah.

Contohnya Usaha mebel milik Abdul Saleh di Semarang yang merupakan unit usaha mikro dengan omset sebesar 50 juta rupiah perbulannya. Produksinya berdasarkan pada pesanan saja. Masing-masing dari 10 pekerjanya dibayar 35 ribu rupiah per hari. Usaha Dagang UD Sumber Rejeki milik Abdul Saleh ini harus mencari dana segar sendiri jika order meningkat.

’’Lokalan saja, wira-wiri wira-wiri. Itu kan pasang surut ya, ada kalanya ekonomi lagi membaik. Musim-musiman. Kesulitan ya kita di pemasaran kalau musim sepi. Kedua dana, kadang-kadang kerjaan lagi rame, dana-nya kalang kabut. Saya ini kan modal-modal kecil. Home industri lah. Terus kedua, suku bunga bank itu tinggi, ga masuk untuk pekerjaan ini.“

Di Indonesia, usaha mikro menyerap 77 juta lebih tenaga kerja. Sementara usaha kecil menyerap sekitar 10 juta dan usaha menengah hampir 5 juta tenaga kerja. Jawa Tengah dikenal sebagai propinsi UMKM. Menurut Kepala Bappeda Jateng, menggali dan mengembangkan potensi lokal atau apa yang disebut lokal genius, bisa meningkatkan peluang usaha.

“lokal genius misalnya Jepara dengan ukir, Magelang dengan patung. Diberikan tambahan pengetahuan, teknik dan kemudian dikembangkan klaster-klaster. Dan sekarang sudah ada di 30 kabupaten kota klaster ini dan ada 150 klaster yang sudah berkembang”

Klaster adalah pengembangan jenis usaha yang terkait di dalam satu wilayah, agar baik pengelolaan maupun pemasarannya bisa lebih efektif. Setiap klaster biasanya terdiri dari 15 UKM yang mempunyai puluhan sub-sub kontraktor. Pengembangan UKM tak mungkin dilakukan tanpa kredit. Bank Indonesia Semarang mencatat, 7,8 juta unit usaha mikro, kecil, dan menengah tersebar di Jawa Tengah. Hampir semuanya bergerak di sektor pertanian dan industri. Pimpinan Kantor Bank Indonesia Semarang Zaini Aboe Amien mengatakan, BI bekerjasama dengan berbagai pihak untuk memfasilitasi akses kredit

“Dilakukan melalui beberapa kegiatan, yang pertama kebijakan di bidang perkreditan. Kemudian yang kedua adalah pengembangan kelembagaan. Ada beberapa program yang dilakukan, salah satunya program keterkaitan antara bank umum dengan bank perkreditan rakyat, pelatihan, survey, ataupun penelitian termasuk didalamnya pemetaan umkm di berbagai sektor di berbagai lokasi atau wilayah. Kerjasama dengan pemerintah daerah dan lembaga internasional maupun domestik.”

Contohnya, kata Zaini adalah proyek klaster mebel rotan di Sukoharjo hasil kerjasama BI dengan Badan Kerjasama Teknis Jerman, GTZ dalam bentuk pengembangan industri mebel, yang berorientasi pasar ekspor di Eropa dan Amerika.

Penasihat program nasional GTZ-REDD Hidayatullah Al Banjary mengatakan, kerjasama dapat mempercepat proses penguatan UKM dan menjaga kelanjutan usaha itu.

“Kalau kita langsung ke ukm katakanlah 15 ukm maka hanya 15 itu yang mendapatkan manfaat. tapi kita bekerjasama dengan supporting system dari UKM, maka itu akan bersifat keberlanjutan.”

Selain membuka akses kredit, sejumlah upaya pengembangan usaha lain juga dilakukan. KADIN Jawa Tengah misalnya, membangun database yang dapat menggambarkan pertumbuhan jumlah unit usaha. Selain itu, menggalakkan penyebaran informasi, mengenai peluang-peluang yang ada bagi masyarakat miskin.

Harapan penurunan 3% angka kemiskinan setiap tahunnya di Jawa Tengah, juga tertuang dalam draft Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah tahun 2005-2025. Namun pengamat ekonomi Universitas Diponegoro FX Sugianto pesimis, target MDGs akan tercapai.

“sinergi antar SKPD tidak ada, karena setiap unit yang ada punya program yang sama. Jangan-jangan sasarannya sama, sementara yang lain terabaikan. Ini yang mungkin kurang diperhatikan. Bahwa kemudian target MDGS itu mundur itu persoalan yang masih bisa diatasi kalau nanti ada pebaikan dalam struktur anggaran. Karena jangan berbicara orang miskin kalau tidak ada anggaran untuk mereka.”

Berdasarkan data Bappeda melalui penanganan yang telah dilakukan, dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, terdapat penurunan signifikan prosentase angka kemiskinan di 12 Kabupaten/kota. Di Jawa Tengah,12 kabupaten/kota ini akhirnya menjadi daerah percontohan pelaksanaan MDGs.

Pada kenyataannya, program yang dibiayai pemerintah belum menyentuh seluruh masyarakat miskin, maupun UKM yang ada. Seperti warga Mlati Baru yang hanya menunggu bantuan langsung tunai yang hanya mampu menyambung hidup sesaat. Selain itu, akses kredit dan pendampingan biasanya diberikan dalam program klaster yang berorientasi pada pasar ekpor. Sedangkan UKM home industri seperti Usaha Dagang Sumber Rejeki milik Abdul Saleh, belum banyak didampingi.

Ada kemungkinan masalah yang dihadapi Jawa Tengah tidak jauh berbeda dengan daerah lain.

maret 2009

Millenium Development Goal (8)



MDG in Indonesien: Globalen Partnerschaft für Entwicklung

Publish on Radio International Jerman Deutsche Welle /Program Indonesia

Noni Arni /Bearb: Edith Koesoemawiria

Sasaran Pembangunan Millenium atau Millenium Development Goal – MDG mencatat butir ke-delapan sebagai kemitraan global dalam pembangunan. Yang dimaksudkan dengan itu, adalah kerjasama nasional dan internasional yang berpotensi mendorong tercapainya semua butir MDG.
Di dalam kerjasama itu, terdapat hal-hal seperti pengembangan komitmen terhadap pemerintahan yang baik melalui transparansi dalam pengambilan keputusan dan prosedur sistem keuangan, penghapusan diskriminasi dan peningkatan perdagangan yang terbuka. Juga penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, serta pembebasan utang bagi negara-negara miskin yang berhutang besar.

Selain itu di tingkat internasional, penambahan dana bantuan pembangunan resmi negara-negara donor yang berkomitmen mengurangi kemiskinan.
Lalu di Indonesia, sudah sejauh manakah berkembangnya butir ke-8 MDG yang menyorot kerjasama internasional ini? Saya, Noni Arni, koresponden DW di Jawa Tengah melaporkan.

Menurut Erna Witoelar, duta besar luar biasa PBB untuk kampanye MDGs di Asia Pasifik, masyarakat internasional selalu memfokus pada isu-isu yang dinilai berpengaruh besar pada pelaksanaan pembangunan, seperti peningkatan kuantitas dan kualitas bantuan pembangunan resmi atau ODA, pengurangan utang luar negeri, alih teknologi, investasi dan perdagangan. Namun seperti di bidang perdagangan, ia menilai, pelaksanaannya seringkali tidak optimal

“perdagangan masih menerapkan aturan-aturan yang tidak adil buat produk-produk negara berkembang, itu harus dihilangkan. Kemudian hutang-hutang, kalau sudah lama terbayar itu harus dibebaskan atau dihilangkan atau di tukar debt swap, juga kerjasama-kerjasama itu bukan hanya dalam bentuk dana tapi juga IT teknologi dan lapangan pekerjaan. itu semua adalah goal 8.”

Erna Witoelar berpengalaman luas dalam kerjasama internasional. Kritiknya tak beda jauh dari kritik yang tertuang dalam laporan PBB. Terkait perdagangan misalnya, tercatat bahwa di luar perdagangan minyak bumi dan senjata, akses negara-negara berkembang ke pasar-pasar negara industri masih sama dengan situasi tahun 2004. Meski begitu, ini bukan berarti bahwa sama sekali tidak ada kemajuan.

Ketua Kamar Dagang dan Industri KADIN Jawatengah, Solichedi menyebutkan kemitraan global dengan lembaga asing bisa dijadikan sarana untuk menembus pasar global, misalnya dengan berpameran di pekan-pekan raya internasional.

“Central Java business forum kita sudah menyelenggarakan 3 kali dan disitu ada lembaga Jerman yang selalu ikut dengan kita, yaitu DIHK,GTZ, dan IFC. Jadi kita mencoba menjual jawatengah dimana project ownernya adalah 35 kabupaten/kota.”

Dengan adanya otonomi daerah, tercatat di Jawa Tengah sampai tahun 2007 ada 33 negara yang bekerjasama dengan pemerintah daerah. Demikian ungkap Slamet Budi Prayitno. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Tengah menjelaskan, bahwa kemitraan global berlangsung dengan melibatkan swasta maupun pemerintahan di kawasan ini. Slamet Budi Prayitno memberikan contoh kerjasama dengan Lembaga Bantuan Teknik Jerman, GTZ.

“Biasanya kerjasama privat dengan government yang kita lihat adalah kerjasama sister cities dalam pengembangan wilayah G to G, antar daerah. Kemudian muncul investasi dari negara-negara, contohnya dengan Cina dan Korea industri rambut. GTZ menyangkut banyak hal mulai dari good governance, economic development, saya kira cukup banyak.”

Dalam kerjasama G to G atau antar pemerintah, Indonesia juga merupakan salah satu negara yang mengenyam keuntungan dari pengalihan utang. Erna Witoelar mengatakan, Debt swap for Achieving MDG atau mekanisme pengalihan utang untuk mendukung pencapaian MDG dialami Indonesia sehubungan dengan kredit yang diberikan Jerman.

“Jerman semakin aktif mengembangkan dept swap atau pertukaran hutang dengan program-program untuk mencapai MDGs. Jadi hutang kita ke Jerman itu ditukar dengan program-program, ada yang program lingkungan hidup, pendidikan, kesehatan. Upaya-upaya ini memang memerlukan dua sisi dari negara pemberinya itu. Ini yang paling awal-awal susah banget diperjuangkan di Indonesia.”

Dari segi pembangunan, proses yang dilalui sampai diberlakukannya debt swap bagi Indonesia menunjukan aspek positif tersendiri di dalam negeri. Untuk memperjuangkannya, LSM dan masyarakat sipil sempat bergandengan dengan pemerintah Indonesia, dan bekerja keras untuk menggolkannya. Bagi Erna Witoelar debt swap merupakan solusi yang bagus bagi kedua belah pihak,

„Sekarang semakin ada kemungkinan untuk melakukan hal itu. Untuk memungkinkan negara-negara berkembang mencapai MDGsnya dan untuk negara-negara maju tidak perlu capek-capek menagih hutangnya.”

Namun sejauh apa pelaksanaan program-program hasil debt swap itu? Hal ini dapat diteliti seiring dengan tingkat good governance atau baik-buruknya sebuah pemerintahan diselenggarakan. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Tengah, Slamet Budi Prayitno, Berbicara mengenai prestasi Jawa Tengah di bidang ini,

"tahun 2008 saja kita menjadi propinsi yang kinerja nya terbaik, artinya kalau kita bicara good governance dalam tahapan tertentu, dalam aspek pelaporan, perencanaan, pengendalian, evaluasi, mendapatkan penghargaan. Ini contoh yang terkait dengan MDGs"

Namun penelitian PATTIRO, sebuah organisasi independen yang bertujuan mendorong good governance dan partisipasi publik, menemukan, konsep good governance hingga kini belum diimplementasikan, baik di tingkat nasional maupun di daerah. Project Officer PATTIRO, Dini Inayati menyebutkan, kondisi ini bisa dilihat dari penerapan transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat yang masih rendah.

“hampir terjadi di seluruh kabupaten kota, partisipasi masyarakat belum optimal, karena masih sulit melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah. Kalau 3 aspek good governance masih rendah, itu kan rawan KKN. Contohnya pungli, proses perijinan, tidak ada yang berpartisipasi dalam pengawasan.“

Hingga kini lebih dari 10 ribu Peraturan Daerah dari seluruh wilayah Indonesia masih bermasalah, tumpang tindih dengan peraturan yang telah ada. Kepala laboratorium studi kebijakan ekonomi pembangunan Universitas Diponegoro Semarang, FX Sugianto mengemukakan, Kerumitan yang menyebabkan banyaknya ketidak jelasan ini juga berlaku bagi pelaksanaan sejumlah program pembangunan.

“Kadang-kadang karena masing-masing sumber anggaran tidak bisa di identifikasi dengan baik, kadang tumpang tindih, ini yang menjadi problem, kenapa begitu sulit melakukan koordinasi.”

Harlan M. Fahra aktifis LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi GERAK juga mengatakan, dalam 5 tahun terakhir dalam soal keterbukaan keuangan publik ada beberapa daerah yang sudah berupaya untuk transparan, namun secara nasional jumlahnya terlalu kecil.

“upaya kearah sana baru berdasarkan political will pemimpin yang berkuasa saja, tapi belum ada jaminan bahwa ketika pemimpin diganti system anggaran yang transparan akan tetap berjalan.”

Duta besar luar biasa PBB untuk kampanye MDGs di Asia Pasifik, Erna Witoelar menilai tujuan MDGs hanya akan tercapai jika ada kerjasama, komitmen penuh dan pembagian peran yang memadai antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

“perbaikan governance atau tata pemerintahannya itu bisa lebih banyak digunakan untuk anggaran pembangunan, kita lihat ada daerah yang mempermudah perijinan usaha, mengurangi pemborosan pegawainya, mendisiplinkan korupsi, mampu mendorong partisipasi masyarakat dsb. itu lebih maju dalam pencapaian mdgsnya. jadi yang lebih tanggap terhadap masyarakatnya. meyakini sangat terkait pencapaian mdgs dengan good governance, kemitraan maupun tanggung jawab bisa diharapkan dari masyarakat.“

Menurut Erna Witoelar, dalam menyelenggarakan pemerintahan yang baik, para pendukung MDG harus pintar menggalang rasa tanggung jawab semua pihak.

Maret 2009