Perjalanan 90 menit ke pulau Marore
tak asing bagi Recksan dan Karce. Sejak kecil mereka hidup di Matutuang, pulau
kecil di Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara yang berada di ujung utara Sulawesi dan
berbatasan dengan Provinsi Davao del Sur, Filipina. Kali ini keduanya pergi memenuhi undangan rapat
di pulau yang menjadi ibu kota kecamatan.
Seperti biasa, pumpboat, perahu kecil bermesin tempel yang ditumpangi harus
melewati Pulau Mamanuk. Perairan yang rawan dengan ombak besar laut Pasifik
yang sulit diprediksi.
“Tiba-tiba perahu terhempas dan terbalik. Karce tak bisa berenang. Dia menangis dan banyak minum air hingga stres dan seperti orang gila. Kami sudah putus asa,” kenang Recksan.
Recksan dan Karce berhasil terapung di
puing perahu. Mereka terombang ambing ombak di tengah laut tanpa makanan dan
minuman selama lima hari dan terseret arus keTarakan. Tapi, mereka berhasil diselamatkan
kapal patroli TNI yang kebetulan melintas di sana. Selamat, meski perjalanan
itu menyisakan trauma bagi Karce. Dan Recksan
butuh dua pekan di rumah sakit untuk memulihkan kulitnya yang mengelupas akibat
sengatan matahari.
Tragedi empat tahun lalu yang membuat nyawa nyaris melayang masih membekas. Namun, peristiwa itu tak memupus Recksan untuk mengabdi sebagai Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) di Pulau Matutuang, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Recksan
Salur (28) dan Karce Salensehe adalah orang pilihan warga di
Kecamatan Kepulauan Marore menjadi Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa PNPM. “Hasil rapat di kampung dipilih kader
laki-laki dan Karce terpilih sebagai kader perempuan. Awalnya saya tak tahu PNPM
yang masuk ke kampung tahun 2009.”
Selain harus memahami ruh PNPM, penggerak
program di daerah perbatasan, seperti di Sangihe, butuh keberanian. Medan yang harus
ditempuh dan dihadapinya terbilang sulit. Mereka bahkan rela menantang maut hanya untuk bertemu warga, memimpin pertemuan di desa dan mensosialisasikan program nasional pemberantasan kemiskinan. Keterbatasan transportasi
menjadi kendala terbesar.
Pumpboat menjadi moda
transportasi andalan warga Matutuang, Marore, dan pulau lain di Kabupaten
Sangihe. Dua cadik perahu kecil bermesin biasa digunakan melawan ganasnya
ombak. Untuk sampai ke Tahuna, ibu kota Kabupaten Sangihe, harus berperahu
hingga enam jam.
Sementara transportasi kapal
perintis ke ibu kota kabupaten, hanya beroperasi tiap dua pekan. Di pulau
Matutuang juga tak terjangkau sinyal telepon. Urusan antar dokumen ke kecamatan
harus menitipkan pada nelayan. “Bahkan tak jarang menguras kantong pribadinya
untuk biaya transportasi antar pulau. Ikut berkoordinasi ke Kecamatan Marore memfasilitasi
masyarakat yang belum paham program PNPM,” tuturnya.
Selain tak subur, pulau-pulau di
Sangihe banyak tak dihuni hingga infrastruktur minim dan kehidupan di wilayah
terpencil ini sangat bergantung pada cuaca dan biaya tinggi. Pasokan energi pun
menjadi persoalan. “Warga Pulau Matutuang dan Kawio mengusulkan ada generator
listrik untuk menerangi sekitar 100
rumah selama lima jam mulai pukul 18.00 WITA,” tutur lelaki yang hanya mendapat
honor fasilitator Rp 200 ribu per bulan.
Selama medio 2009-2012, PNPM Mandiri
Perdesaan mengakomodir kebutuhan warga dengan membangun talud pantai di Pulau
Matutuang sepanjang 980 meter. pengadaan mesin diesel dan instalasi listrik
berkapasitas 22,5 KVA, membangun 18 unit MCK, sumur bor tiga unit, tiga kamar mandi, dan drainase sepanjang 417 meter.
Kehidupan sosial warga Kabupaten
Sangihe yang terpengaruh dengan negara tetangga menjadi tantangan karena Kabupaten
dihuni 150 ribu jiwa dan tersebar di 26 dari 105 pulau ini terbiasa hidup
bersama.
“Sebagian warga tidak berbahasa Indonesia
karena dulu tinggal di Filipina, pendidikan masih rendah. Adaptasi bahasa
sering merepotkan. Ya, Kehidupan di sini sulit tapi harus dijalankan karena ini pengabdian,”
kata Recksan.
Lokasi Ekstrem
Dedikasi Jeremia P. Antara (30)
selama tujuh tahun terakhir ini sebagai pendamping
Lokal PNPM, Kecamatan Tabukan Tengah tak diragukan. Awalnya, dia diangkat menjadi Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) di Desa Bowongkali, Kecamatan Tabukan
Tengah, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara dalam sebuah musyawarah
desa.
Di daerah berbukit dikelilingi banyak
pulau dan dikategorikan lokasi ekstrem dan terpencil ini, tugasnya membantu
fasilitator kecamatan melaksanakan kegiatan PNPM. Perencanaan, pelaksanaan, hingga
pelestarian program kerja membuatnya berkeliling menapaki perbukitan dan
berpindah dari satu desa ke desa lain.
“Saya harus memimpin rapat desa,
sosialisasi, menjaring usulan dan ide dari masyarakat. Jarak antardesa sangat
jauh. Terkadang harus naik pumpboat untuk menjangkaunya,” ujar
lulusan SMKN 3 Tahuna yang biasa menempuh perjalanan 9 kilometer dari rumahnya
di Bowongkali ke sekretariat PNPM Kecamatan Tahuna.
Sejak tahun 2007, kegiatan PNPM di Kecamatan
Tabukan Tengah menyerap dana hampir Rp 9 miliar rupiah, yang digunakan untuk
pembangunan akses jalan menuju Sekolah Dasar di Desa Bowongkali sepanjang 700
meter, talud pantai, talud sungai, jembatan, jalan desa, sarana air bersih,
drainase, tambatan perahu dan bangunan pengolahan sagu yang mesin pencacahnya
dirakit sendiri dari mesin perahu.
“Kami punya 12 pengolahan sagu di
empat desa Kecamatan Tabukan Tengah. Ini daerah pertama di Sangihe yang punya pengolahaan
sagu modern dan bisa mencacah sagu dalam hitungan menit. Warga membayar iuran
untuk biaya pemeliharaan aset desa ini,”imbuh Jeremia.
Kegiatan non-fisik program
simpan-pinjam perempuan juga digalakkan untuk menambah modal usaha dengan
mengalokasikan 15 persen dana PNPM untuk 50 kelompok yang mengajukan pinjaman tanpa
agunan dengan bunga 1,5 persen. Tingkat pengembaliannya dalam waktu setahun
mencapai 95 persen.
“Dari perencanaan, pembangunan,
hingga pengelolaan dana yang transparan membuat warga antusias. Apalagi warga juga
swadaya,” jelas pendamping lokal terbaik nasional untuk wilayah ekstrem dan
terpencil dalam PNPM Mandiri Perdesaan 2013 ini.
Ketekunan Jeremia “terbayar” dengan perubahan. Tak hanya jalan mulus menuju sekolah, ekonomi di wilayahnya juga berkembang. “Sekarang warga punya modal dagang ikan dan punya perahu. Bahkan ada yang punya toko.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar