Pages

Minggu, 18 November 2012

Menyisir Jejak Lorentz


Seabad lalu, Hendrikus Albertus Lorentz  memulai  ekspedisinya memasuki wilayah salju abadi di Papua Tengah dengan kawalan militer Belanda dan orang Dayak yang dipekerjakan sebagai penunjuk jalan. Ia menumpangi kapal uap Valk

Meski ekspedisinya  dinyatakan gagal karena tak mampu menembus puncak Hiriyakub (nama asli dari puncak Wilhelmina yang sekarang bernama puncak Trikora). Penjelajah berkebangsaan Belanda ini mendapat banyak hal. Tidak hanya koleksi ilmiah kekayaan flora fauna yang dikumpulkan dan informasi topografi ke puncak gunung yang diselimuti salju tapi juga pertemuannya dengan sekelompok penduduk asli yang mendiami pegunungan tengah Papua. Ketakutan dengan manusia yang hidup di gunung-gunung putih sirna dan berubah menjadi takjub karena  peradaban tinggi orang yang dianggapnya primitif.

Lorentz kemudian mengakhiri ekspedisinya di Danau Habema. Danau yang berada di tengah lembah indah di Pegunungan Trikora, Papua dengan
 ketinggian 3.400 mdpl yang terletak di desa Habema,  distrik Pelebaga, sekitar 48 Km dari Kota Wamena.  Di danau ini pulalah tujuan field trip saya bersama sejumlah jurnalis dan tim World Wild Found (WWF).

Selain ingin menyaksikan keindahan  salah satu sisi taman nasional Lorentz yang membentang seluas 2.505.600 hektar mulai dari pesisir Laut Arafura hingga Puncak Jaya (Cartenz
piramyd) pada 4.884 mdpl, tim WWF juga melakukan mapping jalur yang mendapat predikat Situs Warisan Dunia karena  memiliki 43 jenis ekosistim dan kawasan daerah tropis yang memiliki gletser.

Berbeda dengan Lorentz, kami memilih jalur udara dari Jayapura menuju Wamena dan melanjutkan dengan perjalanan darat. Tapi bukan berarti jalur yang kami pilih itu lebih mudah dan tanpa kendala. Cuaca buruk membuat pesawat jenis ATR72-200  yang kami tumpangi menuju Wamena harus tertahan tiga jam di bandara Sentani.

menyusuri cartentz
Sepertinya perjalanan yang menantang dan berat. Tapi itu harga yang pantas untuk keindahan keanekaragaman hayati di dalam Taman Nasional Lorentz memberikan kontribusi yang signifikan bagi keanekaragaman hayati di Papua. 

Di tempat strategis menyaksikan gagahnya puncak Trikora yang tertutup lapisan salju atau gletser tropis (Cartentz Glaciers dan  Northwall Firn) Lorentz menyematkan nama kolonel Habema. Danau yang dikelilingi vegetasi alam pegunungan berupa anggrek ini juga sering menjadi tempat peristirahatan bagi para pendaki. Keindahan danau tertinggi di Indonesia ini bahkan pernah dijadikan latar belakang film “Denias” garapan  Alenia picture.

Memang, perjalanan ke Papua selalu memiliki tantangan tersendiri. Tidak hanya cuaca tapi rencana perjalanan yang sudah matangpun  batal karena kondisi keamanan di Puncak Jaya yang kadang tidak dapat di prediksi sebelumnya.
***
Sebagai taman nasional terbesar di Asia Tenggara, Lorentz merupakan  perwakilan dari ekosistem terlengkap untuk keanekaragaman hayati di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik. Lorentz terletak di Provinsi Papua dan me
ncakup 10 kabupaten yaitu Kabupaten Jayawijaya, Yahukimo, Puncak Jaya, Mimika, Asmat, Puncak, Lani Jaya, Paniai, Nduga dan Intan Jaya.
  
Menariknya, keanekaragaman hayati di taman nasional ini belum banyak diteliti dalam 20 tahun terakhir karena  70 persen luasan Taman Nasional Lorentz  yang belum terjamah. Kawasan ini diperkirakan menjadi tempat bagi  1.200 species tumbuhan berbunga, 118 species mamalia seperti Babi moncong panjang, Kuskus, Kucing hutan dan Kangguru. 403 species burung,  Merpati, Kakaktua, Burung Udang, Kasuari, Megapoda, Cendrawasih dan Burung Puyuh Salju adalah beberapa diantaranya. Selain 48 species reptile dan amphibian yang ada di Tanah Papua.

Kangguru Pohon
 adalah salah satu species yang hampir hanya terdapat di Lorentz pada ketinggian 3.200-3.500 mdpl. Kawasan ini juga mencakup dua Daerah Burung Endemik  dengan 45 species burung sebaran terbatas dan 9 species endemik. Deretan Pegunungan Sudirman menjadi isolasi alamiah bagi penyebaran jenis burung dan hewan lainnya. Tingginya tingkat endemisitas di kawasan yang 90 persen masih ditutupi hutan hujan tropis.


Tidak hanya itu saja, Taman Nasional Lorentz juga memiliki keragaman budaya dari dua kelompok suku yang mendiami kawasan ini. Pertama, yang mendiami daerah pegunungan dengan budaya pertanian yakni Suku Dani, Suku Ngalik, Suku Nduga, Suku Lani , Suku Moni , Suku Damal  dan Suku Amungme. Mereka dikenal sebagai petani ubi jalar, Buah Merah ,  Kelapa Hutan , Ubi Taro, Tebu.

Dan  suku yang mendiami daerah tepian sungai dan pantai-pantai di daerah Selatan Taman Nasional Lorentz yakni Asmat, Kamoro dan Sempan yang hidupnya meramu sagu dan hasil hutan lainnya serta menangkap ikan, kepiting, udang dan cacing kayu sebagai makanan keseharian mereka. 

Kekayaan hayati dan suku yang mendiami kawasan ini kami temui sepanjang perjalanan saat menyisir distrik Pyramid menuju Kabupaten Lany Jaya. Kawasan perkampungan yang memiliki trade mark pegunungan yang berbentuk Piramyd  yang menjadi jalur lain memasuki taman nasional selain Habema. Perjalanan darat dengan menggunakan kendaraan jenis Hilux menjadi pilihan mengadapi jalur pegunungan. Kendaraan jenis ini juga menjadi transportasi utama penduduk menuju ke kota. 

Selama perjalanan, mata telanjang kami di suguhi lanskap punggung pengunungan Jaya Wijaya yang hijau, honai (rumah adat) menyembul di lereng, padang rumput, hingga sungai yang meliuk bak ular dan langit biru cerah. Sungguh pemandangan yang luar biasa indah dengan hawa sejuk dan udara  segar. 

Sesekali kami juga melihat penduduk setempat menggelar hasil kebun mereka di pinggir jalan utama. Selain rokok dan pinang, buah jeruk, mentimun hingga kelapa hutan ditawarkan kepada siapa saja yang kebetulan melintas.

Selain jalur utama yang dilalui kendaraan, jalur udara dengan pesawat kecil yang di parkir di landasan miring menjadi pilihan untuk mobilitas para misionaris yang mengabdikan hidup mereka di pedalaman. 

***
Baik  penduduk asli didalam kawasan taman nasional maupun  zona penyangga kampung yang berbatasan langsung dengan batas luar menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kawasan Taman Nasional Lorentz. 

Karena itu, meskipun kawasan ini 70 persen hutan perawan, potensi ancaman kelangsungan taman nasional Lorentz terhadap kerusakan yang berdampak pada ekosistem tetap terjadi. Seperti suku pedalaman perambah hutan, pemekaran kabupaten, pembangunan jalan lintas hingga ancaman pertambangan nikel dan emas.

Kondisi inilah yang mendorong WWF bekerja sama dengan Balai Taman Nasional Lorentz , pemerintah daerah Provinsi Papua dan ke-sepuluh kabupaten serta pihak yang berkepentingan untuk menyusun Rencana Pengelolaan Taman Nasional Lorentz (RPTNL) 2011-2029.

Dalam implementasinya, perencanaan kawasan konservasi pelestarian dan pemanfaatan kawasan dilakukan melalui lima zonasi. Yakni zona inti, zona khusus, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona tradisional. Konsep ini masih dalam proses rekomendasi pemerintah Provinsi Papua. 
Memang fasilitas dan sarana Lorentz sebagai taman nasional pada tahun 1997 masih sangat terbatas, namun  upaya identifikasi semua obyek dan daya tarik wisata alam di taman nasional ini terus  dikembangkan.

non

Selasa, 13 November 2012

Menyusuri Taman Dunia

Udara dingin masih terasa menusuk tulang meski matahari sudah menyembul dan waktu  menunjukkan pukul 10 pagi,  ketika kami memutuskan keluar dari hotel Novus di kawasan Cipanas, Bogor. Dan menyusuri jalan beraspal berkelok dengan pemandangan kabut tebal gunung Gede dan Pangrango.

Tidak hanya kami, kawasan puncak dan sekitarnya memang selalu ramai dikunjungi dan menarik perhatian wisatawan lokal untuk menghilangkan kepenatan. Maklum, kawasan pegunungan yang terletak di kabupaten Cianjur ini memiliki banyak obyek wisata menarik yang jaraknya berdekatan. Papan petunjuk obyek wisata yang terpampang di kanan kiri jalan utamapun memudahkan wisatawan mengunjungi tempat yang disukai.
 
Salah satu  yang menarik perhatian, papan petunjuk obyek wisata Taman Bunga Nusantara yang berukuran besar.  Penasaran juga, seperti apa keindahan taman bunga ini.
 
Hmm..jujur saja, beberapa kali menghabiskan liburan di kawasan Puncak, obyek wisata ini selalu terlewat. Hingga akhirnya petunjuk jalan membawa kami masuk pedesaan dengan jalan aspal dua jalur sempit yang berlubang. Jaraknya sekitar 5 kilometer dari tempat kami menginap, tak begitu jauh dari Perumahan Kota Bunga. Tepatnya di jalan Mariwati KM 7 Desa Kawung-luwuk Kecamatan Sukaresmi Cipanas, Cianjur.
 
***
 
Kedatangan kami disambut angsa hitam raksasa yang bertengger mengepakkan sayapnya di atas kolam depan pintu masuk. Patung Black swan ini adalah maskot taman bunga yang diresmikan oleh Presiden Soeharto tahun 1995 silam.
 
Membeli tiket masuk seharga Rp 20 ribu dengan menyusuri seluruh taman yang luasnya 23 hektar tentunya bukan pilihan kami. ”Pasti capek.”
Dan memutuskan mengelilingi taman dengan membeli tiket Garden Trams seharga Rp 25 ribu. Hanya saja kami harus sabar menunggu antrian selama 20 menit karena armada trams terbatas.
 
Setelah mengatur posisi tempat duduk, trams melaju pelan  memasuki pintu utama. Suara perempuan dari kaset yang diputar di trams menjadi pemandu kami selama mengelilingi taman mulai menjelaskan dengan detail satu persatu taman yang dilewati.
trem utk berkeliling ke taman
Pemandangan pertama langsung disuguhi keindahan tanaman bunga replika burung merak yang ekornya disusun berbagai jenis tanaman bunga berwarna-warni. Menurut pemandu otomatis kami, untuk mengisi topiari merak yang merupakan topiari terbesar di Taman Bunga Nusantara, dibutuhkan sekitar 25 ribu bunga musiman dari luar negeri, seperti bunga pentunia. Untuk display karpet dibutuhkan sekitar 60 ribu tanaman berbunga, yang diganti setiap 2-3 bulan sekali.
 
Jadi jangan heran  jika berkunjung lagi, akan mendapat dekorasi warna bunga yang berbeda. Namun sayang sekali, bunga-bunga itu baru saja ditanam, sehingga tidak bisa menikmati bunganya.

Bunga-bunga ini mendapatkan perawatan ekstra, mulai dari penyediaan lahan, penyiraman, dan pupuk. ”Nggak bisa membayangkan ya, bagaimana pengelola taman bunga ini mengganti seluruh tanaman bunganya  yang selalu berubah.”
 
Tidak jauh dari burung merak terdapat jam raksasa berdiameter 4 meter yang disusun dari berbagai jenis tanaman bunga. Jam Taman yang dirancang teknisi Jepang ini tidak hanya pajangan belaka tapi juga bergerak dan berdentang setiap setengah jam sekali  diiringi oleh suara bel dan musik.
 
Yang bersebelahan dengan Taman Air, yang berisi tumbuhan air seperti lotus yang  berasal dari Asia Timur dan Australia atau bunga teratai dan teratai raksasa (Victoria amazonica) dari Amerika Selatan. Selain  koleksi  Thalia delbata tanaman dari AS bagian tenggara dan pohon papyrus bahan pembuat kertas bangsa Mesir sejak 2750 SM juga  terdapat angsa berwarna putih yang khusus didatangkan dari Eropa dan angsa hitam asal Australia, serta beberapa burung belibis dari Belanda.
 
Trams terus bergerak pelan memasuki taman dan membawa kami pada masa renaissance abad ke-17. Ya, di Taman Perancis kami bebas duduk, mengabadikan momen menikmati hamparan tanaman perdu pendek berbentuk geometris yang menjadi ciri khas pola taman bunga di negara Prancis yang disebut parteri. Bentuk taman ini seperti hiasan sulaman yang konon mencerminkan penguasaan mansia terhadap alam.
Taman Perancis
Belum selesai menikmati suasana kejayaan Louis XIV, kami terus dibawa melintas ke benua Amerika untuk menyaksikan country classic garden suasana pedesaan dan  replika semak berbunga gaya native garden di Taman Amerika.  Taman ini letaknya bersebelahan dengan air terjun musikal. Namanya memang sesuai dengan airnya terjunnya yang melenggak lenggok menari mengikuti alunan musik yang terdengar di sekitar air mancur.
 
Ternyata, Taman Bunga Nusantara ini lebih cocok dinamakan taman bunga dunia. Bagaimana tidak, dengan konsep taman display bunga pertama di Indonesia ini merupakan taman yang menyajikan berbagai koleksi tanaman bunga yang terkenal dan unik dari berbagai belahan dunia.
Keindahan taman yang mengoleksi lebih dari 300 varietas bunga dari seluruh dunia ini memiliki 10 buah taman bunga asri dan tradisional yang dibangun secara khusus di atas lahan 23 hektar. Termasuk Taman Jepang yang dilengkapi tembok tinggi bercat putih atau benteng putih, kolam, pagoda atau gazebo serta tanaman yang dipola dan dipangkas rapi.
 
Taman Bali dengan ciri bangunan khas seperti candi bentar atau gapura, bale bengong serta kul-kul khas Bali.  Taman Mediterania, Taman Palem yang memiliki lebih dari 100 varietas palem dari berbagai penjuru dunia, seperti palem botol, palem phoniex, dan palem washingtonia robusta.  Rumah kaca yang dibangun  tenaga ahli Belanda dengan jumlah panel kaca sebanyak 3 ribu unit. Atau Taman mawar yang warna-warni bunga mawar dari berbagai jenis seperti Hybrid Tea Roses yang berasal dari Amerika dan Australia. Keunikan lainnya adalah nama dari mawar-mawar tersebut diambil dari orang-orang populer seperti Dolly parton, Bing Crosby, dan John F. Kennedy.
 
Taman Labirin, juga salah satu fasilitas yang harus dijajal. Misteri taman seluas 1 hektar yang diilhami legenda Theseus yang mencari monster minotaur mengajak kami  untuk memecahkan jalan tak berujung dan tersesat di tengah-tengah lorong tumbuhan setinggi dua meter hingga keluar keringat dingin untuk menemukan jalan keluarnya. Petualangan seperti Harry Potter dalam turnamen Triwizard  memang  menjadi sensasi sendiri. 

Act like a Harry Potter movie
Setelah berhasil keluar, menaiki menara pandang setinggi 28 meter yang menyerupai pagoda melengkapi keindahan panorama seluruh  taman yang menakjubkan.
Lahan di taman ini keseluruhan dibagi menjadi beberapa fungsi, yaitu 23 hektare untuk taman bunga , 7 hektare sebagai taman bermain anak-anak yang meliputi danau angsa, rafflesia mini theater, gazebo, alam imajinasi, lokasi piknik, amphitheater (panggung terapung) kereta datto, mobil wira-wiri, 2 hektare untuk taman pembibitan dan kebun percobaan berbagai jenis bunga dan tanaman tertentu yang berasal dari daerah subtropis dan negara-negara beriklim dingin di Eropa, Amerika, dan Australia, dan 3 hektare untuk fasilitas restoran, serta fasilitas lain seperti poliklinik, nany’s galleria, penginapan dan penunjang lain bagi anda yang ingin mengadakan acara di halaman rumput yang luas. Jadi tidak hanya tanaman bunga yang menyuguhkan keelokan dan meyegarkan pandangan, tapi  juga   membuat pengunjung betah untuk berlama-lama. 
 
Taman bunga ini buka setiap hari dari pukul 08.00 hingga 17.30 WIB tidak hanya sebagai sarana rekreasi dan edukasi. Tapi sepertinya Taman Bunga Nusantara ini bisa mewujudkan mimpi keliling dunia dalam waktu sekejap. 

***
Patung Black Swan

Patung angsa hitam raksasa yang saya lihat di depan pintu gerbang utama Taman Bunga Nusantara, seketika mengingatkan saya pada kisah seorang putri bernama Odette yang dikutuk dan terperangkap dalam tubuh seekor angsa putih selama matahari terbit dan hanya bisa kembali ke wujud manusia ketika matahari terbenam.

Odette yang berakhir tragis dengan kematian karena pangeran yang dinanti dan diharapkan dapat menyelamatkan dirinya dari kutukan justru terkecoh oleh Odile - seorang putri yang perawakannya menyerupai Odette  yang mengepakkan sayap hitam.
Kisah cinta Odette ini adalah kisah tragedi klasik abad 19 dari Rusia yang berjudul ‘Swan Lake’, sebuah cerita yang tak asing lagi bagi khalayak yang mengikuti perkembangan dan sejarah balet. Kisah ini juga diadaptasi film drama yang dibintangi Natalie Portman berjudul Black Swan.
Dua cerita yang mempunyai kesamaan alur yang berkisah seputar pertarungan antara dua hal yang berlawanan yakni kebajikan dan kejahatan  lewat pertarungan yang dibentuk melalui peran ganda Odette/Odile, angsa putih dan angsa hitam
Dan angsa hitam menjadi menarik ketika simbol kejahatan ini justru dijadikan maskot Taman Bunga Nusantara. Di taman ini, unggas yang mempunyai leher sangat panjang dan membentuk huruf "S" dianggap memiliki makna mendalam yang berbanding terbalik dengan cerita diatas.

”Karakter dan ciri khas angsa hitam atau dalam nama ilmiahnya Cygnus atratus dipilih  karena binatang air ini mempunyai banyak kelebihan. Selain memiliki daya tahan tubuh yang kuat dan mudah beradaptasi dengan lingkungan. Black swan juga mampu berkembang biak dengan pesat meskipun berada di luar habitat aslinya,” jelas salah satu penjaga tiket.
Karena itu, dengan ciri khas tersebut, Taman Bunga Nusantara diharapkan dapat selalu berinteraksi secara harmonis dengan masyarakat luas serta lingkungannya baik flora maupun fauna.
Black swan statue
 Selain diabadikan dalam bentuk patung, angsa hitam ini juga bisa ditemui di danau angsa yang berada di Taman Bunga Nusantara. Jumlahnya tidak banyak karena binatang air ini didatangkan langsung dari Australia.
 
Jadi, tidak selamanya angsa hitam itu menjadi simbol kekuatan jahat, apalagi unggas yang pertamakali ditemukan Willem de Vlamingh pada tahun 1697 juga menjadi lambang resmi provinsi Australia Barat. Spesies ini bahkan juga dilindungi oleh pemerintah Australia dan dievaluasikan sebagai beresiko rendah di dalam IUCN Red.
Noni Arnee

Senin, 05 November 2012

Dari Sebuah Biji "Cherry"

Tak hanya para pengusaha kopi, Asosiasi Kopi Spesial Indonesia, tapi juga komunitas, petani dan blogger Kopi  bertemu serta saling bertukar informasi dalam  Indonesian Coffee Festival (ICF) pertengahan bulan September lalu di Museum Puri Lukisan, Ubud, Gianyar, Bali. Ini perhelatan kedua setelah Aceh yang menjadi tuan rumah tahun lalu.

Indonesia adalah salah satu penghasil kopi terbesar di dunia dengan luas perkebunan kopi mencapai 1,3 juta hektar yang tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, Selawesi Selatan, hingga Papua. Wajar jika para pelaku kopi ingin Indonesia menjadi kiblat kopi dunia. Sekaligus kuliner dan gaya hidup.


Tak lagi kedai kopi konvensional di pinggir jalan, kopi merangsek dan menjamur di tempat ekslusif yang membuat pengunjung betah berlama-lama. Ya, secangkir kopi menjadi fenomena gaya hidup kaum urban. Kaum pria, wanita pun remaja. Duduk santai menikmati kopi racikan bersama teman. Ngobrol, santai dan berdiskusi juga bertemu kolega dan menjadi penentu keberhasilan projek dengan rekan bisnis. “Semua kalangan menggemari kopi, biasanya nongkrong atau bicara bisnis,” ujar pengelola Hans Kopi Semarang, Fajar Sidiq.

Budaya minum kopi pun menjadi identitas baru yang mengglobal dan bertransformasi seiring zaman. Berbeda dengan budaya minum kopi berabad-abad silam, atau ketika kedai kopi berlabel Starbucks muncul mengguncang dunia di kota seattle.
Data dari International Coffee Organization (ICO) menyebut, terjadi peningkatan konsumsi kopi sebesar 2,5 persen pertahun. Ini terjadi sejak dua tahun lalu. Hingga di tahun 2020 diperkirakan kebutuhan kopi dunia mencapai 10,3 juta ton.

Kondisi ini terjadi karena pergeseran gaya hidup masyarakat perkotaan yang mendorong pergeseran pola konsumsi kopi. Maka tak heran jika tren konsumsi pasar kopi dunia dalam kurun lima tahun terakhir ini  jauh lebih cepat dibanding produksi kopi dunia. Akibatnya, permintaan kopi di berbagai Negara cenderung meningkat.

Seperti di Brazil yang mengkonsumsi hingga 20 juta karung, mengalahkan Amerika yang tingkat konsumsinya mencapai 22 juta karung.
ICF mencatat, ada sekitar 100 miliar cangkir kopi atau sekitar 165,9 ton kopi yang diseduh setiap hari di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia, jumlah kebutuhan kopi diperkirakan mencapai 121.107 ton per tahun.

Industri Kopi Indonesia
Berdasarkan data Indonesian Coffee Festival (ICF), Indonesia saat ini berada di peringkat ketiga produsen kopi terbesar di dunia setelah Brazil dan Kolombia dengan total produksi 600 ribu ton per tahun. Sekitar 67% diekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.  Dimana jenis kopi robusta (85 persen) dan arabika (15 persen).

Di musim panen terakhir tahun ini, Indonesia akan menghasilkan 700 ribu ton biji kopi, jauh jauh lebih baik dibanding tahun sebelumnya yang hanya menghasilkan 400 hingga 500 ribu ton.  “Dulu Indonesia posisi kedua setelah Brasil (sekarang Vietnam). Sekarang di urutan 3 atau 4. Produksi kopi Indonesia secara keseluruhan saat ini berada sejajar dengan Kolombia,” ujar peneliti senior dari Pusat Penelitian Kopi dan Kokain Indonesia di Jember, Surip Mawardi.
Sebagai negara produsen, ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam memasarkan produk kopi dengan kualitas dan aroma yang khas yang dihasilkan Indonesia. Peluangnya terbuka lebar mengingat kebutuhan kopi di beberapa Negara di dunia terus meningkat. Seperti negara konsumer tradisional Amerika, negara Eropa dan Jepang.

Namun pasar komoditas kopi dunia cenderung fluktuatif . Semua tergantung permintaan dan faktor eksternal seperti komoditas minyak mentah. “Di pasar luar negeri kopi robusta relatif stabil dua masa panen ini sedangkan arabika turun dibanding tahun lalu hingga harganya naik tiga kali lipat dibanding robusta (2011),”ujar Manager ekspor PT Taman Delta  Indonesia, Moelyono Soesilo.

Menurutnya, dari sisi bisnis pasar kopi mempunyai prospek menggiurkan, namun potensi ini justru terganggu dengan pergeseran target pasar penikmat kopi. “Bagi eksportir justru khawatir karena produksi kopi sekarang ini justru lebih rendah dibandngkan dengan tingkat konsumsi. Mungkin saja tiga hingga lima tahun ke depan tidak bisa ekspor karena habis untuk konsumsi dalam  negeri.”

Moelyono menambahkan, kecenderungan harga kopi pun meningkat dan tren peningkatan konsumsi lebih besar dari negara produsen kopi itu sendiri. Karena itu diperkirakan empat tahun lagi akan terpotong karena produksinya lebih rendah daripada tingkat kosumsi. “Ada peningkatan konsumsi yang luar biasa hingga 1-1,2 persen atau 2 juta karung lebih. Dan itu menjadi tren dunia,” imbuhnya.

Kopi Jawa
Selain kelapa dan tebu, kopi merupakan salah satu komoditas ekspor perkebunan unggulan Jateng. Luas perkebunan kopi mencapai 41.108, 39 hektar yang meliputi perkebunan kopi jenis arabika 6.180,87 ha dan robusta 34.927,52 ha. Pasca kemerdekaan, sekitar 92% produksi kopi berada di bawah petani-petani kecil atau koperasi.

Hingga kini terdapat 331 kelompok tani yang terdiri atas 8.265 petani yang tersebar di 13 kabupaten sentra kopi yakni Temanggung, Semarang, Wonosobo, Magelang, Kendal, Purworejo, Banjarnegara, Purbalingga, Pemalang, Pekalongan, Batang, Pati, dan Jepara.
“Tanaman meningkat karena tiap tahun ada perluasan areal tanam. Pemerintah mulai membuaka lahan kopi robusta di pati, Purbalingga dan Batang,” Moelyono Soesilo yang juga sebagai wakil ketua Asosiasi Ekportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Jateng.

Menurutnya, dengan luas areal tanaman kopi hingga 20 ribu ha yang meliputi perkebunan rakyat dan PTPN, Jateng mampu memproduksi rata-rata 20-24 ribu ton pertahun. Kopi ini dilempar ke pabrikan. “Jateng di tingkat nasional menduduki nomor empat setelah Lampung, Jatim, Medan.  Masih relatif kecil dengan hasil  1,5 persen dari total produksi nasional. Sedangkan Lampung 50 persen dan Medan (arabika) 20 persen.”

Padahal, kopi Jawa mempunyai kualitas lebih bagus tanpa nilai cacat karena treament petani cukup baik. Mereka mendapat pengetahuan dan edukasi merawat kebun hingga pasca panen melalui binaan kelompok tani. Petani berlaku sebagai mitra sehingga petani mengetahui dan tahu bagaimana menghasilkan mutu yang baik. Panen banyak dan harga bagus. “Mutu kopi Jawa tetap bagus di grade 2 atau 3 dibanding kopi Lampung,” lanjutnya.
Pemerintah mendukung program pengembangan kompetensi inti melalui klaster kopi di Jateng. Kegiatan yang didanai dari APBN dimulai 2008 hingga tahun 2014 berupa pelatihan, bantuan peralatan, studi banding, dan fasilitasi bantuan modal. 

Selain melakukan kemitraan dengan eksportir kopi, petani juga memproduksi kopi bubuk robusta, arabika dan luwak dari ternak sendiri  dengan merek kopi gunung kelir. Sejak tahun 2008 bekerjasama dengan PT Taman Delta Indonesia di Semarang. Panen raya yang dimulai bulan Juli hingga September dari areal kopi Gunung Kelir seluas 489 hektar dengan produktivitas 1,1 ton per ha. Kami kirim ke Semarang 60 ton,” jelas Hadi suprapto, ketua Gapoktan Gunung Kelir Kabupaten Semarang.

Menurutnya, dalam pola kemitraan ini asosiasi perusahaan membayar premium Rp 500/kg. Artinya, setelah hasil panen kopi petani dijual ke kelompok tani, pihak eksportir sanggup membeli kopi dari kelompok itu dengan selisih harga Rp 500/kg. Meski keterbatasan dana hingga kini masih menjadi kendala utama.
Pemasaran dua ribu petani yang tergabung dalam 15 kelompok tani di empat desa yakni Brongkol, Klurahan, Bedono dan Gemawang  dilakukan melalui Gapoktan Gunung Kelir. “Kami juga kurang peralatan seperti pulper, huler dan pengering. Juga masih tergantung eksportir karena belum bisa menentukan harga. Inginnya Gapoktan bisa jadi eksportir dan menentukan harga sendiri,” ungkapnya.
Sedangkan pasar utama ekspor kopi dari Jateng saat ini adalah Jepang, Amerika, Itlatia, Jerman, dan Dubai. Serta pasar potensial Korea dan China.

Moelyono menambahkan, sembilan eksportir kopi di Jateng mampu memasok kopi dengan nilai total ekspor mencapai 23 juta ton(2011). Namun kondisi tahun 2012 ini berbeda, hingga semester 1 tahun 2012 realisasinya baru mencapai tujuh juta dolar. Turun drastis karena efek cuaca tahun dua tahun lalu yang menyebabkan hasil panen menurun. “Perkiraan akan normal pada panen tahun depan  dengan catatan bulan September ini sudah mulai hujan. Kalau tidak maka akan jeblok lagi. Turun lagi.”

Beralih
Tren pertumbuhan konsumsi kopi dalam negeri yang terus naik 6-8 persen pertahun membuat eksportir kopi makin terjepit sehingga mulai membidik pasar lokal.
“Padahal pasar lokal kurang dilirik tapi konsumsi dalam negeri tahun lalu mencapai 3,5 juta karung. Prediksi naik karena anak muda yang gemar minum kopi bertambah,” ujar lelaki yang sudah 20 tahun berkecimpung dalam bisnis kopi. 

Menurutnya, menggarap pasar lokal dinilai lebih menguntungkan daripada pasar luar negeri yang harganya jauh lebih mahal 20-30 persen daripada harga ekspor. “Harga kopi luar  negeri 2.040 dolar amerika sedangkan kopi dalam negeri 2.250 dolar per-ton.”

Karena itu untuk menghadapi permasalahan ini, pemerintah perlu melakukan intensifikasi produk kopi di Indonesia yang saat ini produksinya rata-rata hanya 1-1,2 ton per hektar. “Vietnam bisa mencapai 2,8 ton per ha. Semua itu tergantung pada treatment. Apalagi dua tahun lalu Vietnam mengembangkan varietas baru dengan produktivitas mencapai 6 ton per ha.”

Sementara itu, PT Taman Delta Indonesia sejak setahun terakhir merintis produksi kopi asal Jateng. Ada tiga varian yakni Java Mocha, Java Arabika dan Java Blend.“Java mocha seperti kopi dari Ethiopia. Padahal itu kopi dari Kabupaten Semarang. Kami mencoba mengenalkan produk lokal untuk mengembalikan kejayaan kopi dari Jawa,” lanjut lelaki mencicipi hampir semua jenis kopi dari belahan dunia ini.

Kopi ini sudah merambah restoran dan  kafe dan pusat oleh-oleh khas Semarang.” Beberapa kafe di Semarang dan resto mengambil kopi dari Illy, Lavasta, Segafreto Italia dan Swiss. Mereka impor padahal sebenarnya banyak kopi lokal kualitasnya bagus. Produk kita harga dan kualitasnya juga kompetitif.”
“Kami mengenalkan konsep freash roast, order baru diracik untuk mendapatkan bubuk kopi dengan kondisi optimal,”imbuh Hardjano Tjandra, pemilik The Blue Lotus Coffe House Semarang.

Menurutnya, hasil panen kopi tiap tahun juga membedakan rasa. Ini bisa terdeteksi dari bijinya. Karena itu panen tiap tahun perlakuan terhadap biji kopi beda. “Kopi terbaik itu relatif karena tiap kopi itu punya ciri khas istimewa. Jadi harus mempunyai pengetahuan untuk menghasilkan produk kopi yang optimal,” imbuh Chief Barista ini.

Program sertifikasi produk untuk menghadapi pasar kopi tahun 2015 tengah disiapkan. Apalagi jika kopi ini akan diekspor ke Eropa. “Ketika bicara black coffee pasti Indonesia karena kopi terbaik ada di sini.”
Ya, dari 10 kopi terbaik dunia, tiga diantaranya  ada di Indonesia yakni Mandheiling, Java Arabika dan Kalosi Toraja. 

Jadi, pekerjaan rumah sekarang ini adalah memotivasi dan mengubah mindset petani untuk inovasi dan menunjukkan bahwa Jawa  mempunyai biji kopi terbaik di dunia. Seperti pada masa sebelum Perang Dunia II, saat Jawa Tengah mempunyai jalur rel kereta api yang digunakan untuk mengangkut kopi dan rempah-rempah ke Semarang yang kemudian diangkut dengan kapal laut menuju Eropa untuk dinikmati menjadi minuman kopi yang paling dicari. 

Noni Arnee