Pages

Sabtu, 29 Agustus 2009

Kerjasama Indonesia..Malaysia



Publish on Radio International Jerman Deutsche Welle/ Indonesian Programme
by. Noni Arnee

Konflik soal warisan budaya antara Indonesia dan Malaysia selama beberapa tahun terakhir tidak mempengaruhi institusi pendidikan, di kedua negara untuk tetap menjalin kerjasama.

Salah satunya Universitas Diponegoro, Undip, Semarang Jawa Tengah. Perguruan Tinggi Negeri yang masuk daftar 100 Universitas terbaik di Asia ini sejak tahun 1980-an sudah melakukan kerjasama dengan di Malaysia. Saat ini Undip menjalin kerjasama dengan 12 universitas Malaysia. Kerjasama ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas sekaligus memperkuat reputasinya sebagai universitas dengan jaringan internasional.

Rektor Universitas Diponegoro Semarang Profesor Susilo Wibowo menjelaskan,pentingnya proyek kerjasama di bidang pendidikan bagi dua negara ini.

”Jadi kerjasama itu suatu keharusan bagi universitas karena dengan kerjasama kita bisa melihat lebih jauh, lebih jelas. Yang di hitung adalah win-win solution. Undip di untunngkan. Negara di untungkan, mereka juga untung. Yang kita kerjakan join reseach. Kita harus mengakui, banyak dosen kita yang melakukan penelitian-penelitian di Malaysia karena kita tidak punya alatnya. Jadi kita untung, Malaysia juga di untungkan karena ilmunya orang Indonesia lebih pintar dari mereka. Dua-duanya di untungkan. Tidak ada masalah jadi tetep kami kerjakan. Finansial, fasilitas jauh lebih bagus dari kita.”

Menurutnya, Langkah-langkah ini juga sejalan dengan program pengembangan pendidikan tinggi dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi DIKTI. Dimana institusi pendidikan dituntut menjaga kualitas tinggi yang terakreditasi secara internasional.

Program kerjasama yang dijalankan, antara lain riset dalam bidang sains, teknologi, beasiswa, pertukaran pelajar, hingga publikasi saintifik secara profesional.
Rektor Susilo Wibowo menambahkan, dari sekian banyak fakultas yang ada di Undip maupun universitas lainnya, fakultas kedokteran yang selalu menjadi incaran para mahasiswa asal Malaysia.

”Kebetulan Malaysia cuman mengincar fakultas kedokteran untuk Indonesia itu. Mereka pikir betul pendidikan dokter di Indonesia itu lebih unggul dari sana. Menurut perhitungan mereka. Yang lain-lain mereka merasa alatnya lebih canggih dan sebagainya, mereka tetep di negara mereka sendiri. Angka untuk mendidik mahasiswa Malaysia disana jadi dokter tu sekitar 1,2 miliar rupiah untuk satu dokter. Lha di Indonesia anda bisa hitung, 140 juta. Jadi mereka ngejar kemari.”

Berbeda dengan Indonesia, pendidikan di Malaysia menjadi prioritas, sehingga pemerintahnya mengalokasikan dana cukup besar. Hampir semua universitas mempunyai sarana dan prasarana penunjang yang sangat lengkap. Meski dengan aturan yang lebih ketat. Setidaknya itu yang di rasakan Dhani Irvandy mahasiswa Fakultas teknik Elektro Undip yang pernah mengenyam kuliah di Johor, Malaysia

”Sana teori dan praktek seimbang. Dosen-dosen di sana juga lebih fokus. Saya lihat itu sangat positif di sana misalnya ada praktikum kalau di sana Meskipun yang datang cuman 20 orang. Profesornya, dosennya dan asisten dosennya datang langsung, ngajarin langsung jadi lebih aktif. Kalau khususnya di elektro itu, diserahin sama mahasiswa. Praktikum cuman mahasiswa, dosennya malah gak tahu sama sekali. Pemerintah malaysia konsern di bidang pendidikan, jadi sarana-sarananya pun di tunjang sekali. Jadi peralatan yang di butuhkan di sana banyak.”

Lalu bagaimana pengalaman Dhani sebagai orang Indonesia di Malaysia? Sebagai mahasiswa ia mengakui dilayani dengan baik.

”Cuman ada semacam perbedaaan perlakuan antara student dan TKI. Pegawai di bandara sedikit kasar dengan TKI. Kalau tahu student maka sangat baik sekali pelayanannya. Disana banyak turunan jawa, mereka bisa bahasa jawa alus. Kalau mahasiswa justru seneng karena banyak film, - indonesia yang di puter di sana,dan juga grup band indonesia yang laris disana. Seneng dengan bahasa Indonesia apalagi dialek Jakarta. Mereka seneng dengan orang jawa. Pemerintah Malaysia bener-bener cinta budaya dari leluhur. Sana begitu sangat menjaga kebudayaan bahkan sampai ngadain perlombaan semacam kuda lumping tingkat universitas se- Malaysia. Di sini di anggap remeh lah disana justru sangat di perhatin.”

Menurut Dhani, pemerintah dan masyarakat Malaysia memang kelihatan benar-benar menjaga budayanya. Ada lomba pagelaran budaya sampai tingkat universitas.

Hubungan antar komunitas intelektual Indonesia-Malaysia sebenarnya terjalin baik, meski saat ini muncul silang sengketa soal warisan budaya. Malaysia sedang menggalakkan promosi wisata dan sering menggunakan ikon-ikon budaya Indonesia dalam iklan-iklan wisatanya. Yang pernah diprotes Indonesia adalah antara lain penggunaan lagu Rasa Sayange, tari Barong, Batik, alat musik Angklung dan kasus yang terakhir adalah tari Pendet khas Bali.

August 28'09

Tidak ada komentar: