Pages

Selasa, 13 November 2012

Menyusuri Taman Dunia

Udara dingin masih terasa menusuk tulang meski matahari sudah menyembul dan waktu  menunjukkan pukul 10 pagi,  ketika kami memutuskan keluar dari hotel Novus di kawasan Cipanas, Bogor. Dan menyusuri jalan beraspal berkelok dengan pemandangan kabut tebal gunung Gede dan Pangrango.

Tidak hanya kami, kawasan puncak dan sekitarnya memang selalu ramai dikunjungi dan menarik perhatian wisatawan lokal untuk menghilangkan kepenatan. Maklum, kawasan pegunungan yang terletak di kabupaten Cianjur ini memiliki banyak obyek wisata menarik yang jaraknya berdekatan. Papan petunjuk obyek wisata yang terpampang di kanan kiri jalan utamapun memudahkan wisatawan mengunjungi tempat yang disukai.
 
Salah satu  yang menarik perhatian, papan petunjuk obyek wisata Taman Bunga Nusantara yang berukuran besar.  Penasaran juga, seperti apa keindahan taman bunga ini.
 
Hmm..jujur saja, beberapa kali menghabiskan liburan di kawasan Puncak, obyek wisata ini selalu terlewat. Hingga akhirnya petunjuk jalan membawa kami masuk pedesaan dengan jalan aspal dua jalur sempit yang berlubang. Jaraknya sekitar 5 kilometer dari tempat kami menginap, tak begitu jauh dari Perumahan Kota Bunga. Tepatnya di jalan Mariwati KM 7 Desa Kawung-luwuk Kecamatan Sukaresmi Cipanas, Cianjur.
 
***
 
Kedatangan kami disambut angsa hitam raksasa yang bertengger mengepakkan sayapnya di atas kolam depan pintu masuk. Patung Black swan ini adalah maskot taman bunga yang diresmikan oleh Presiden Soeharto tahun 1995 silam.
 
Membeli tiket masuk seharga Rp 20 ribu dengan menyusuri seluruh taman yang luasnya 23 hektar tentunya bukan pilihan kami. ”Pasti capek.”
Dan memutuskan mengelilingi taman dengan membeli tiket Garden Trams seharga Rp 25 ribu. Hanya saja kami harus sabar menunggu antrian selama 20 menit karena armada trams terbatas.
 
Setelah mengatur posisi tempat duduk, trams melaju pelan  memasuki pintu utama. Suara perempuan dari kaset yang diputar di trams menjadi pemandu kami selama mengelilingi taman mulai menjelaskan dengan detail satu persatu taman yang dilewati.
trem utk berkeliling ke taman
Pemandangan pertama langsung disuguhi keindahan tanaman bunga replika burung merak yang ekornya disusun berbagai jenis tanaman bunga berwarna-warni. Menurut pemandu otomatis kami, untuk mengisi topiari merak yang merupakan topiari terbesar di Taman Bunga Nusantara, dibutuhkan sekitar 25 ribu bunga musiman dari luar negeri, seperti bunga pentunia. Untuk display karpet dibutuhkan sekitar 60 ribu tanaman berbunga, yang diganti setiap 2-3 bulan sekali.
 
Jadi jangan heran  jika berkunjung lagi, akan mendapat dekorasi warna bunga yang berbeda. Namun sayang sekali, bunga-bunga itu baru saja ditanam, sehingga tidak bisa menikmati bunganya.

Bunga-bunga ini mendapatkan perawatan ekstra, mulai dari penyediaan lahan, penyiraman, dan pupuk. ”Nggak bisa membayangkan ya, bagaimana pengelola taman bunga ini mengganti seluruh tanaman bunganya  yang selalu berubah.”
 
Tidak jauh dari burung merak terdapat jam raksasa berdiameter 4 meter yang disusun dari berbagai jenis tanaman bunga. Jam Taman yang dirancang teknisi Jepang ini tidak hanya pajangan belaka tapi juga bergerak dan berdentang setiap setengah jam sekali  diiringi oleh suara bel dan musik.
 
Yang bersebelahan dengan Taman Air, yang berisi tumbuhan air seperti lotus yang  berasal dari Asia Timur dan Australia atau bunga teratai dan teratai raksasa (Victoria amazonica) dari Amerika Selatan. Selain  koleksi  Thalia delbata tanaman dari AS bagian tenggara dan pohon papyrus bahan pembuat kertas bangsa Mesir sejak 2750 SM juga  terdapat angsa berwarna putih yang khusus didatangkan dari Eropa dan angsa hitam asal Australia, serta beberapa burung belibis dari Belanda.
 
Trams terus bergerak pelan memasuki taman dan membawa kami pada masa renaissance abad ke-17. Ya, di Taman Perancis kami bebas duduk, mengabadikan momen menikmati hamparan tanaman perdu pendek berbentuk geometris yang menjadi ciri khas pola taman bunga di negara Prancis yang disebut parteri. Bentuk taman ini seperti hiasan sulaman yang konon mencerminkan penguasaan mansia terhadap alam.
Taman Perancis
Belum selesai menikmati suasana kejayaan Louis XIV, kami terus dibawa melintas ke benua Amerika untuk menyaksikan country classic garden suasana pedesaan dan  replika semak berbunga gaya native garden di Taman Amerika.  Taman ini letaknya bersebelahan dengan air terjun musikal. Namanya memang sesuai dengan airnya terjunnya yang melenggak lenggok menari mengikuti alunan musik yang terdengar di sekitar air mancur.
 
Ternyata, Taman Bunga Nusantara ini lebih cocok dinamakan taman bunga dunia. Bagaimana tidak, dengan konsep taman display bunga pertama di Indonesia ini merupakan taman yang menyajikan berbagai koleksi tanaman bunga yang terkenal dan unik dari berbagai belahan dunia.
Keindahan taman yang mengoleksi lebih dari 300 varietas bunga dari seluruh dunia ini memiliki 10 buah taman bunga asri dan tradisional yang dibangun secara khusus di atas lahan 23 hektar. Termasuk Taman Jepang yang dilengkapi tembok tinggi bercat putih atau benteng putih, kolam, pagoda atau gazebo serta tanaman yang dipola dan dipangkas rapi.
 
Taman Bali dengan ciri bangunan khas seperti candi bentar atau gapura, bale bengong serta kul-kul khas Bali.  Taman Mediterania, Taman Palem yang memiliki lebih dari 100 varietas palem dari berbagai penjuru dunia, seperti palem botol, palem phoniex, dan palem washingtonia robusta.  Rumah kaca yang dibangun  tenaga ahli Belanda dengan jumlah panel kaca sebanyak 3 ribu unit. Atau Taman mawar yang warna-warni bunga mawar dari berbagai jenis seperti Hybrid Tea Roses yang berasal dari Amerika dan Australia. Keunikan lainnya adalah nama dari mawar-mawar tersebut diambil dari orang-orang populer seperti Dolly parton, Bing Crosby, dan John F. Kennedy.
 
Taman Labirin, juga salah satu fasilitas yang harus dijajal. Misteri taman seluas 1 hektar yang diilhami legenda Theseus yang mencari monster minotaur mengajak kami  untuk memecahkan jalan tak berujung dan tersesat di tengah-tengah lorong tumbuhan setinggi dua meter hingga keluar keringat dingin untuk menemukan jalan keluarnya. Petualangan seperti Harry Potter dalam turnamen Triwizard  memang  menjadi sensasi sendiri. 

Act like a Harry Potter movie
Setelah berhasil keluar, menaiki menara pandang setinggi 28 meter yang menyerupai pagoda melengkapi keindahan panorama seluruh  taman yang menakjubkan.
Lahan di taman ini keseluruhan dibagi menjadi beberapa fungsi, yaitu 23 hektare untuk taman bunga , 7 hektare sebagai taman bermain anak-anak yang meliputi danau angsa, rafflesia mini theater, gazebo, alam imajinasi, lokasi piknik, amphitheater (panggung terapung) kereta datto, mobil wira-wiri, 2 hektare untuk taman pembibitan dan kebun percobaan berbagai jenis bunga dan tanaman tertentu yang berasal dari daerah subtropis dan negara-negara beriklim dingin di Eropa, Amerika, dan Australia, dan 3 hektare untuk fasilitas restoran, serta fasilitas lain seperti poliklinik, nany’s galleria, penginapan dan penunjang lain bagi anda yang ingin mengadakan acara di halaman rumput yang luas. Jadi tidak hanya tanaman bunga yang menyuguhkan keelokan dan meyegarkan pandangan, tapi  juga   membuat pengunjung betah untuk berlama-lama. 
 
Taman bunga ini buka setiap hari dari pukul 08.00 hingga 17.30 WIB tidak hanya sebagai sarana rekreasi dan edukasi. Tapi sepertinya Taman Bunga Nusantara ini bisa mewujudkan mimpi keliling dunia dalam waktu sekejap. 

***
Patung Black Swan

Patung angsa hitam raksasa yang saya lihat di depan pintu gerbang utama Taman Bunga Nusantara, seketika mengingatkan saya pada kisah seorang putri bernama Odette yang dikutuk dan terperangkap dalam tubuh seekor angsa putih selama matahari terbit dan hanya bisa kembali ke wujud manusia ketika matahari terbenam.

Odette yang berakhir tragis dengan kematian karena pangeran yang dinanti dan diharapkan dapat menyelamatkan dirinya dari kutukan justru terkecoh oleh Odile - seorang putri yang perawakannya menyerupai Odette  yang mengepakkan sayap hitam.
Kisah cinta Odette ini adalah kisah tragedi klasik abad 19 dari Rusia yang berjudul ‘Swan Lake’, sebuah cerita yang tak asing lagi bagi khalayak yang mengikuti perkembangan dan sejarah balet. Kisah ini juga diadaptasi film drama yang dibintangi Natalie Portman berjudul Black Swan.
Dua cerita yang mempunyai kesamaan alur yang berkisah seputar pertarungan antara dua hal yang berlawanan yakni kebajikan dan kejahatan  lewat pertarungan yang dibentuk melalui peran ganda Odette/Odile, angsa putih dan angsa hitam
Dan angsa hitam menjadi menarik ketika simbol kejahatan ini justru dijadikan maskot Taman Bunga Nusantara. Di taman ini, unggas yang mempunyai leher sangat panjang dan membentuk huruf "S" dianggap memiliki makna mendalam yang berbanding terbalik dengan cerita diatas.

”Karakter dan ciri khas angsa hitam atau dalam nama ilmiahnya Cygnus atratus dipilih  karena binatang air ini mempunyai banyak kelebihan. Selain memiliki daya tahan tubuh yang kuat dan mudah beradaptasi dengan lingkungan. Black swan juga mampu berkembang biak dengan pesat meskipun berada di luar habitat aslinya,” jelas salah satu penjaga tiket.
Karena itu, dengan ciri khas tersebut, Taman Bunga Nusantara diharapkan dapat selalu berinteraksi secara harmonis dengan masyarakat luas serta lingkungannya baik flora maupun fauna.
Black swan statue
 Selain diabadikan dalam bentuk patung, angsa hitam ini juga bisa ditemui di danau angsa yang berada di Taman Bunga Nusantara. Jumlahnya tidak banyak karena binatang air ini didatangkan langsung dari Australia.
 
Jadi, tidak selamanya angsa hitam itu menjadi simbol kekuatan jahat, apalagi unggas yang pertamakali ditemukan Willem de Vlamingh pada tahun 1697 juga menjadi lambang resmi provinsi Australia Barat. Spesies ini bahkan juga dilindungi oleh pemerintah Australia dan dievaluasikan sebagai beresiko rendah di dalam IUCN Red.
Noni Arnee

Senin, 05 November 2012

Dari Sebuah Biji "Cherry"

Tak hanya para pengusaha kopi, Asosiasi Kopi Spesial Indonesia, tapi juga komunitas, petani dan blogger Kopi  bertemu serta saling bertukar informasi dalam  Indonesian Coffee Festival (ICF) pertengahan bulan September lalu di Museum Puri Lukisan, Ubud, Gianyar, Bali. Ini perhelatan kedua setelah Aceh yang menjadi tuan rumah tahun lalu.

Indonesia adalah salah satu penghasil kopi terbesar di dunia dengan luas perkebunan kopi mencapai 1,3 juta hektar yang tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, Selawesi Selatan, hingga Papua. Wajar jika para pelaku kopi ingin Indonesia menjadi kiblat kopi dunia. Sekaligus kuliner dan gaya hidup.


Tak lagi kedai kopi konvensional di pinggir jalan, kopi merangsek dan menjamur di tempat ekslusif yang membuat pengunjung betah berlama-lama. Ya, secangkir kopi menjadi fenomena gaya hidup kaum urban. Kaum pria, wanita pun remaja. Duduk santai menikmati kopi racikan bersama teman. Ngobrol, santai dan berdiskusi juga bertemu kolega dan menjadi penentu keberhasilan projek dengan rekan bisnis. “Semua kalangan menggemari kopi, biasanya nongkrong atau bicara bisnis,” ujar pengelola Hans Kopi Semarang, Fajar Sidiq.

Budaya minum kopi pun menjadi identitas baru yang mengglobal dan bertransformasi seiring zaman. Berbeda dengan budaya minum kopi berabad-abad silam, atau ketika kedai kopi berlabel Starbucks muncul mengguncang dunia di kota seattle.
Data dari International Coffee Organization (ICO) menyebut, terjadi peningkatan konsumsi kopi sebesar 2,5 persen pertahun. Ini terjadi sejak dua tahun lalu. Hingga di tahun 2020 diperkirakan kebutuhan kopi dunia mencapai 10,3 juta ton.

Kondisi ini terjadi karena pergeseran gaya hidup masyarakat perkotaan yang mendorong pergeseran pola konsumsi kopi. Maka tak heran jika tren konsumsi pasar kopi dunia dalam kurun lima tahun terakhir ini  jauh lebih cepat dibanding produksi kopi dunia. Akibatnya, permintaan kopi di berbagai Negara cenderung meningkat.

Seperti di Brazil yang mengkonsumsi hingga 20 juta karung, mengalahkan Amerika yang tingkat konsumsinya mencapai 22 juta karung.
ICF mencatat, ada sekitar 100 miliar cangkir kopi atau sekitar 165,9 ton kopi yang diseduh setiap hari di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia, jumlah kebutuhan kopi diperkirakan mencapai 121.107 ton per tahun.

Industri Kopi Indonesia
Berdasarkan data Indonesian Coffee Festival (ICF), Indonesia saat ini berada di peringkat ketiga produsen kopi terbesar di dunia setelah Brazil dan Kolombia dengan total produksi 600 ribu ton per tahun. Sekitar 67% diekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.  Dimana jenis kopi robusta (85 persen) dan arabika (15 persen).

Di musim panen terakhir tahun ini, Indonesia akan menghasilkan 700 ribu ton biji kopi, jauh jauh lebih baik dibanding tahun sebelumnya yang hanya menghasilkan 400 hingga 500 ribu ton.  “Dulu Indonesia posisi kedua setelah Brasil (sekarang Vietnam). Sekarang di urutan 3 atau 4. Produksi kopi Indonesia secara keseluruhan saat ini berada sejajar dengan Kolombia,” ujar peneliti senior dari Pusat Penelitian Kopi dan Kokain Indonesia di Jember, Surip Mawardi.
Sebagai negara produsen, ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam memasarkan produk kopi dengan kualitas dan aroma yang khas yang dihasilkan Indonesia. Peluangnya terbuka lebar mengingat kebutuhan kopi di beberapa Negara di dunia terus meningkat. Seperti negara konsumer tradisional Amerika, negara Eropa dan Jepang.

Namun pasar komoditas kopi dunia cenderung fluktuatif . Semua tergantung permintaan dan faktor eksternal seperti komoditas minyak mentah. “Di pasar luar negeri kopi robusta relatif stabil dua masa panen ini sedangkan arabika turun dibanding tahun lalu hingga harganya naik tiga kali lipat dibanding robusta (2011),”ujar Manager ekspor PT Taman Delta  Indonesia, Moelyono Soesilo.

Menurutnya, dari sisi bisnis pasar kopi mempunyai prospek menggiurkan, namun potensi ini justru terganggu dengan pergeseran target pasar penikmat kopi. “Bagi eksportir justru khawatir karena produksi kopi sekarang ini justru lebih rendah dibandngkan dengan tingkat konsumsi. Mungkin saja tiga hingga lima tahun ke depan tidak bisa ekspor karena habis untuk konsumsi dalam  negeri.”

Moelyono menambahkan, kecenderungan harga kopi pun meningkat dan tren peningkatan konsumsi lebih besar dari negara produsen kopi itu sendiri. Karena itu diperkirakan empat tahun lagi akan terpotong karena produksinya lebih rendah daripada tingkat kosumsi. “Ada peningkatan konsumsi yang luar biasa hingga 1-1,2 persen atau 2 juta karung lebih. Dan itu menjadi tren dunia,” imbuhnya.

Kopi Jawa
Selain kelapa dan tebu, kopi merupakan salah satu komoditas ekspor perkebunan unggulan Jateng. Luas perkebunan kopi mencapai 41.108, 39 hektar yang meliputi perkebunan kopi jenis arabika 6.180,87 ha dan robusta 34.927,52 ha. Pasca kemerdekaan, sekitar 92% produksi kopi berada di bawah petani-petani kecil atau koperasi.

Hingga kini terdapat 331 kelompok tani yang terdiri atas 8.265 petani yang tersebar di 13 kabupaten sentra kopi yakni Temanggung, Semarang, Wonosobo, Magelang, Kendal, Purworejo, Banjarnegara, Purbalingga, Pemalang, Pekalongan, Batang, Pati, dan Jepara.
“Tanaman meningkat karena tiap tahun ada perluasan areal tanam. Pemerintah mulai membuaka lahan kopi robusta di pati, Purbalingga dan Batang,” Moelyono Soesilo yang juga sebagai wakil ketua Asosiasi Ekportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Jateng.

Menurutnya, dengan luas areal tanaman kopi hingga 20 ribu ha yang meliputi perkebunan rakyat dan PTPN, Jateng mampu memproduksi rata-rata 20-24 ribu ton pertahun. Kopi ini dilempar ke pabrikan. “Jateng di tingkat nasional menduduki nomor empat setelah Lampung, Jatim, Medan.  Masih relatif kecil dengan hasil  1,5 persen dari total produksi nasional. Sedangkan Lampung 50 persen dan Medan (arabika) 20 persen.”

Padahal, kopi Jawa mempunyai kualitas lebih bagus tanpa nilai cacat karena treament petani cukup baik. Mereka mendapat pengetahuan dan edukasi merawat kebun hingga pasca panen melalui binaan kelompok tani. Petani berlaku sebagai mitra sehingga petani mengetahui dan tahu bagaimana menghasilkan mutu yang baik. Panen banyak dan harga bagus. “Mutu kopi Jawa tetap bagus di grade 2 atau 3 dibanding kopi Lampung,” lanjutnya.
Pemerintah mendukung program pengembangan kompetensi inti melalui klaster kopi di Jateng. Kegiatan yang didanai dari APBN dimulai 2008 hingga tahun 2014 berupa pelatihan, bantuan peralatan, studi banding, dan fasilitasi bantuan modal. 

Selain melakukan kemitraan dengan eksportir kopi, petani juga memproduksi kopi bubuk robusta, arabika dan luwak dari ternak sendiri  dengan merek kopi gunung kelir. Sejak tahun 2008 bekerjasama dengan PT Taman Delta Indonesia di Semarang. Panen raya yang dimulai bulan Juli hingga September dari areal kopi Gunung Kelir seluas 489 hektar dengan produktivitas 1,1 ton per ha. Kami kirim ke Semarang 60 ton,” jelas Hadi suprapto, ketua Gapoktan Gunung Kelir Kabupaten Semarang.

Menurutnya, dalam pola kemitraan ini asosiasi perusahaan membayar premium Rp 500/kg. Artinya, setelah hasil panen kopi petani dijual ke kelompok tani, pihak eksportir sanggup membeli kopi dari kelompok itu dengan selisih harga Rp 500/kg. Meski keterbatasan dana hingga kini masih menjadi kendala utama.
Pemasaran dua ribu petani yang tergabung dalam 15 kelompok tani di empat desa yakni Brongkol, Klurahan, Bedono dan Gemawang  dilakukan melalui Gapoktan Gunung Kelir. “Kami juga kurang peralatan seperti pulper, huler dan pengering. Juga masih tergantung eksportir karena belum bisa menentukan harga. Inginnya Gapoktan bisa jadi eksportir dan menentukan harga sendiri,” ungkapnya.
Sedangkan pasar utama ekspor kopi dari Jateng saat ini adalah Jepang, Amerika, Itlatia, Jerman, dan Dubai. Serta pasar potensial Korea dan China.

Moelyono menambahkan, sembilan eksportir kopi di Jateng mampu memasok kopi dengan nilai total ekspor mencapai 23 juta ton(2011). Namun kondisi tahun 2012 ini berbeda, hingga semester 1 tahun 2012 realisasinya baru mencapai tujuh juta dolar. Turun drastis karena efek cuaca tahun dua tahun lalu yang menyebabkan hasil panen menurun. “Perkiraan akan normal pada panen tahun depan  dengan catatan bulan September ini sudah mulai hujan. Kalau tidak maka akan jeblok lagi. Turun lagi.”

Beralih
Tren pertumbuhan konsumsi kopi dalam negeri yang terus naik 6-8 persen pertahun membuat eksportir kopi makin terjepit sehingga mulai membidik pasar lokal.
“Padahal pasar lokal kurang dilirik tapi konsumsi dalam negeri tahun lalu mencapai 3,5 juta karung. Prediksi naik karena anak muda yang gemar minum kopi bertambah,” ujar lelaki yang sudah 20 tahun berkecimpung dalam bisnis kopi. 

Menurutnya, menggarap pasar lokal dinilai lebih menguntungkan daripada pasar luar negeri yang harganya jauh lebih mahal 20-30 persen daripada harga ekspor. “Harga kopi luar  negeri 2.040 dolar amerika sedangkan kopi dalam negeri 2.250 dolar per-ton.”

Karena itu untuk menghadapi permasalahan ini, pemerintah perlu melakukan intensifikasi produk kopi di Indonesia yang saat ini produksinya rata-rata hanya 1-1,2 ton per hektar. “Vietnam bisa mencapai 2,8 ton per ha. Semua itu tergantung pada treatment. Apalagi dua tahun lalu Vietnam mengembangkan varietas baru dengan produktivitas mencapai 6 ton per ha.”

Sementara itu, PT Taman Delta Indonesia sejak setahun terakhir merintis produksi kopi asal Jateng. Ada tiga varian yakni Java Mocha, Java Arabika dan Java Blend.“Java mocha seperti kopi dari Ethiopia. Padahal itu kopi dari Kabupaten Semarang. Kami mencoba mengenalkan produk lokal untuk mengembalikan kejayaan kopi dari Jawa,” lanjut lelaki mencicipi hampir semua jenis kopi dari belahan dunia ini.

Kopi ini sudah merambah restoran dan  kafe dan pusat oleh-oleh khas Semarang.” Beberapa kafe di Semarang dan resto mengambil kopi dari Illy, Lavasta, Segafreto Italia dan Swiss. Mereka impor padahal sebenarnya banyak kopi lokal kualitasnya bagus. Produk kita harga dan kualitasnya juga kompetitif.”
“Kami mengenalkan konsep freash roast, order baru diracik untuk mendapatkan bubuk kopi dengan kondisi optimal,”imbuh Hardjano Tjandra, pemilik The Blue Lotus Coffe House Semarang.

Menurutnya, hasil panen kopi tiap tahun juga membedakan rasa. Ini bisa terdeteksi dari bijinya. Karena itu panen tiap tahun perlakuan terhadap biji kopi beda. “Kopi terbaik itu relatif karena tiap kopi itu punya ciri khas istimewa. Jadi harus mempunyai pengetahuan untuk menghasilkan produk kopi yang optimal,” imbuh Chief Barista ini.

Program sertifikasi produk untuk menghadapi pasar kopi tahun 2015 tengah disiapkan. Apalagi jika kopi ini akan diekspor ke Eropa. “Ketika bicara black coffee pasti Indonesia karena kopi terbaik ada di sini.”
Ya, dari 10 kopi terbaik dunia, tiga diantaranya  ada di Indonesia yakni Mandheiling, Java Arabika dan Kalosi Toraja. 

Jadi, pekerjaan rumah sekarang ini adalah memotivasi dan mengubah mindset petani untuk inovasi dan menunjukkan bahwa Jawa  mempunyai biji kopi terbaik di dunia. Seperti pada masa sebelum Perang Dunia II, saat Jawa Tengah mempunyai jalur rel kereta api yang digunakan untuk mengangkut kopi dan rempah-rempah ke Semarang yang kemudian diangkut dengan kapal laut menuju Eropa untuk dinikmati menjadi minuman kopi yang paling dicari. 

Noni Arnee

Sabtu, 27 Oktober 2012

Kopi itu Tercium Hingga Starbucks



Satu minuman kopi favorit  di kedai kopi modern asal Amerika Starbucks  berasal dari Pegunungan Tengah Papua? bahkan  citarasanyapun  menandingi Jamaica Blue Mountain Coffee, kopi  Jamaica yang disebut sebagai one of the best coffee in the world yang pernah saya nikmati beberapa waktu lalu.

Pertanyaan itu terjawab ketika saya diajak mengunjungi kebun kopi seluas enam hektar milik Anthon Kurisi, salah satu petani kopi di kampung Asologaima, Distrik Muliama, Kabupaten Jayawijaya, yang berjarak sekitar satu jam dari kota Wamena untuk melihat sejuh mana pengelolaan perkebunan kopi tersebut.

Kampung Asologaima adalah satu  dari sekian banyak perkebunan kopi yang tersebar di beberapa distrik seperti Distrik Asotipo, Distrik Yamo, Distrik Mewoluk, wilayah Tingginambut dan distrik Ilu.

Kebun kopi di kawasan ini menghasilkan salah satu kopi terbaik di dunia karena biji kopi jenis arabika ini berasal dari perkebunan alami yang ditanam di ketinggian 1600meter dari permukaan laut. Ini merupakan  perkebunan paling tinggi dibandingkan kebun-kebun kopi lain yang rata-rata ditanam di ketinggian 1200mdpl. 
Akhirnya nemu foto ini di internet, hehe...

Menurut Anthon, ketinggian inilah yang  menghasilkan tingkat keasaman yang relatif rendah sehingga menghasilkan citarasa tinggi. Apalagi, penanaman kopi di Kabupaten Jayawijaya umumnya juga masih dikelola secara tradisional oleh mayarakat setempat,  dengan peralatan sederhana dan tidak menggunakan bahan-bahan kimia untuk merangsang pertumbuhan maupun meningkatkan produktivitas. “ Ada perda larangan penggunaan pestisida,” jelas Anthon.

Jadi, wajar saja kopi asal Pegunungan Tengan Papua yang biasa disebut kopi Wamena mempunyai rasa yang khas dan layak disebut sebagai “kopi organik”. Bahkan, saking tradisionalnya, perkebunan seluas enam hektar ini juga unik karena masih seperti hutan dan heterogenous,tidak hanya pohon kopi saja yang ditanam di perkebunan.

Ini yang membuat kopi organik yang berasal dari dataran tinggi Wamena ini mempunyai kualitas tinggi dan  sangat diminati pasar luar neger.  Melalui koperasi,  biji kopi organik dikirim ke Starbucks Corporation. Ekspor perdananya dilakukan 2008 lalu.

Memang, pengembangan tanaman kopi di Pegunungan Tengah Papua baru berjalan dalam satu dekade terakhir ini. Awalnya strategi  pemanfaatan potensi kopi digulirkan pemerintah setempat  sebagai upaya mengurangi dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan masyarakat karena tidak adanya alternatif pandapatan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan penyangga Taman Nasional Lorentz.  

Dengan melihat potensi penduduk lokal sebagai peladang ubi jalar yang handal, cara bercocok tanam kopi dimulai awal tahun 1990an. Hingga kini terus berkembang dengan adanya  pendampingan dari sejumlah pihak seperti World Wild Fund (WWF), United States Agency for International Development (USAID) dan Agribusiness Market and Support Activity (Amarta) mengenai program Papua Agriculture Development Alliance (PADA) untuk meningkatkan produksi dan kualitas kopi arabika di Lembah Baliem. Bahkan  tahun ini pemerintah daerah mencanangkan program Gerakan tanam kopi (Gertak). “Harapannya berkembang dengan semakin meluasnya areal tanaman kopi di beberapa distrik,” imbuh Leader Project Manager Program Lorenz WWF Indonesia, Wamena, Petrus Alberth Dewantoro Talubun. 
Akhirnya nemu biji kopi Wamena di pasar
Tapi sungguh sangat disayangkan, kopi produk organik dengan rasa sangat khas bila  diseduh menghasilkan rasa yang bukan saja intensely aromatic alias harum semerbak, tidak terlalu kental, tidak terlalu pahit dan juga meninggalkan after taste rasa asam yang lembut ini kurang membumi di Wamena.
Saya cukup kesulitan mencari kopi Wamena saat berada di sana. Mungkin saja karena telah diborong oleh pengepul. Atau masyarakat Wamena yang tidak ”doyan ngopi”  meski mereka tinggal di dataran tinggi yang dingin. 

Noni Arnee

Jumat, 26 Oktober 2012

Kopi Lokal juga Nikmat



Sari kopi mandheiling itu menetes tiap dua detik di cold brew drip tower yang berada di atas meja barista. Sudah sekitar lima jam alat peramu kopi yang diboyong langsung dari Jepang mengekstrasi kopi arabika asal Sumatera menjadi menu cold brew coffee.



Rasa spicy, herbs dan acid  hasil seduhan cold brew selama lima jam itu  hanya satu dari banyak macam cara meracik dan menyeduh kopi yang ditawarkan Hardjono Tjandra di coffe house miliknya. 

Selain cold brew drip tower , berbagai perlengkapan untuk menyeduh kopi seperti mesin espresso La Marzocco , mesin roasting, beberapa syphon bejana kaca  dipajang di sepanjang meja bar.  Tak ketinggalan biji kopi single origin  dari beberapa daerah Indonesia yang siap digiling ini terkoleksi apik dalam toples kaca yang memuat detail waktu pengsangrayan untuk menjaga kualitas produknya.

 Selera kopi tiap orang berbeda-beda karena itu kami menyediakan 10 macam cara untuk meracik kopi dan menyajikan yang bisa divariasi sesuai keinginan dan selera konsumen. Cara pembuatannya pun bisa disaksikan langsung,” jelasnya.
Mandheiling cold brew
Ya. meski banyak kedai kopi yang menawarkan kopi impor dari berbagai negara penghasil kopi terbaik di dunia, pemilik The Blue Lotus Coffee House justru memutar haluan dan ‘’bermain’’ dengan produk kopi-kopi lokal Indonesia.

Bukan hanya strategi bisnis semata, tapi juga mengangkat kopi lokal special agar lebih dikenal konsumen. “Kopi Indonesia tak kalah nikmat dibanding kopi dari luar karena kita mempunyai kopi terbaik dunia seperti mandheiling, java arabica dan kalosi Toraja. 

Menurutnya, kalangan penikmat kopi sudah mengetahui kualitas kopi yang bagus karena berpengalaman mencicipi hampir semua jenis kopi dari belahan dunia.  “Kualitas kopi tidak bisa dibohongi. Yang pengalaman pasti tahu bedanya. Kualitas biji kopi dari luar juga banyak yang jelek. Saya sering memilih satu-satu biji kopinya  dan membuang dan membuang,” imbuh chief barista yang sering meracik kopi untuk tamunya. 

Tak hanya itu, pemilik The Blue Lotus Coffee House ini ingin memberikan sensasi lain dari hanya sekedar ngopi. Disini tidak hanya minum kopi, tetapi kita dapat dikenalkan dengan berbagai jenis biji kopi, kualitas, tata cara memilih, menggoreng, menggiling biji kopi.

Dan hingga kini belum banyak kedai kopi di Semarang yang melihat potensi itu. Hanya beberapa tempat yang fokus pada kopi spesial dengan peracikan yang berbeda. Itu artinya, para penikmat kopi menjadi market potensial untuk kopi dengan kualitas yang bagus dan optimal. “Ada 50 langkah dari mulai pemetikan buah cherry hingga siap diminum. Itu kan butuh perjalanan panjang. Jadi, kopi bukan hanya sekadar minum. Tapi juga menikmati kopi khas racikan kami.”

 ***
Bisa Meracik Sendiri…



Anda ingin minum kopi dengan rasa spesial dan sesuai dengan selera Anda? Jangan berkecil hati. Tak hanya para barista di kedai kopi kenamaan hingga kopi pinggir jalan yang bisa meracik kopi dengan aroma dan citarasa spesial. Andapun bisa meraciknya sendiri.

“Rasa kopi itu itu tergantung pada personal taste atau selera masing-masing. Setiap orang berbeda. Tapi untuk menghasilkan kopi standar sebaiknya menggunakan biji kopi baru atau tidak terlalu lama disangrai,” ujar Hardjono Tjandra.

Pengamat kopi Moelyono Soesilo menambahkan, bahwa citarasa kopi tidak hanya tergantung  pada kualitas biji kopi pilihan. Kenikmatan mendapatkan hasil kopi yang optimal juga diperoleh dari proses penyajiannya yang tepat. 

Sebenarnya ada standar meracik meski dilakukan dengan cara sederhana.“Ketika menyeduhnya, sebaiknya menggunakan air mendidih yang sudah didiamkan sekitar semenit, baru dituang atau di seduh ke kopi.”
Setelah diseduh, tutup kopi selama 2-3 menit agar aroma dalam kopi tersebut  tidak hilang sebelum ditambah gula sesuai selera.”Waktu mengaduknya pun dengan cara memutar pelan sehingga kopi bisa larut dengan sempurna, imbuh lelaki yang sudah 20 tahun berkecimpung di komoditas kopi ini.

Meracik kopi
 Selain itu, juga tidak membiarkan kopi  tanpa diminum hingga lebih dari 15 menit agar kenikmatan dan citarasanya tak hilang. “Kopi-nya akan terasa lebih asam dan tidak enak. Kalau exspresso, idelnya langsung diminum pada menit pertama karena setelah tiga menit berselang rasanya akan menghilang.”  

Maka, kopi spesial yang diseduh akan menyebarkan ciri khas aroma sesuai daerah kopi itu berasal seperti rempah-rempah atau kandungan herbal dengan komposisi kekentalan seimbang. “Dan after taste, itu bekas yang tertinggal yang bisa diingat. Seperti ketika dua tahun lalu saya minum expresso di italia, saya masih ingat rasanya hingga kini. Sampai nggak bisa ngomong karena terkesima dengan taste-nya.”

Jadi meskipun bukan barista handal, seseorang pun bisa meracik minuman berwarna gelap ini dan menyeduhnya agar aroma dan citarasa dalam kopi tetap menempel hingga tetes terakhir.

Tapi, ada saran saran bagi pemula yang ingin mencoba menjadi penikmat kopi. Cicipilah kopi pahit tanpa gula karena rasa manis yang terbungkus dalam tebu bisa mempengaruhi rasa pada minuman kopi.
“Caranya seperti mencicipi anggur saja,” imbuh Hardjono. 

Noni Arnee